by

Mewaspadai Meningkatnya Intoleransi di Prov Sumbar?

Ade Armando, dosen UI dan aktifis – yang notabene orang Minang – juga mengungkapkan adanya kecamatan di Sumbar yang melarang pemakaman orang kristen, penjualan tanah kepada orang Kristen yang masih berlangsung hingga kini.

SEJAK lama orang Minang dikenal masyarakat dengan toleransi tinggi. Di pusat kota dan kabupaten ada nama daerah kampung Cina, kampung Nias, kampung Jawa dan nama etnis lainnya sebagai wujud penerimaan terhadap keragaman dan toleransi dalam hubungan sosial budaya serta ekonomi.

Tapi sekali lagi itu dulu. Sebelum provinsi itu dikuasai orang orang puritan penganut Islam Transnasional. Pro Wahabi dan Ikhwanul Muslimin.

Falsafah suku Minngkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) ditafsirkan sempit dengan tidak memberi hak bagi kaum minoritas menjalankan ibadah dan keyakinannya.

LEMBAGA Ma’arif Institut – lembaga kajian yang didedikasikan untuk Prof.Dr. Syafii Maarif – ulama dan cendekiawan berdarah Sumbar – pada tahun 2017 menyatakan bahwa masyarakat Kota Padang termasuk kota yang tidak mencerminkan kehidupan Islami dalam hal interaksi antar umat beragama.

Setara Institut tahun 2018 juga merilis pula hasil survei bahwa Sumatera Barat adalah daerah yang masyarakatnya berada pada zona intoleransi.

Balitbang Kementerian Agama RI dalam laporan akhir tahun 2018 menyampaikan bahwa Sumatera Barat pada urutan ke 32 propinsi yang tingkat toleransinya mencemaskan.

Hasil tahun 2019 skor Kerukunan Umat Beragama (KUB) nya masih dua provinsi paling bawah dimana Sumatera Barat: 64,4 sedangkan Aceh: 60,2.

Lebih jauh, laman BBC Indonesia memberitakan pada 2018 lalu bahwa para pelajar sekolah menangah atas di Padang, saat ini paling mudah terhasut ideologi radikal, menurut penelitian Maarif Institute.

Paham radikalisme menyusup ke para pelajar melalui ekstrakurikuler kegiatan kerohanian Islam, biasa disebut Rohis.

Para pelajar di Padang, terutama aktivis rohis, merujuk laporan Maarif Institute, mendapatkan pengaruh sejumlah figur yang dekat dengan gerakan solidaritas Timur Tengah, kata Peneliti Maarif Institute, Zuly Qodir, kepada BBC Indonesia di Jakarta, Jumat (26/01/2018 ).

“Keadaan ini diperkuat penggunaan media sosial yang berujung grup pertemanan. Seringkali muncul unggahan yang mendorong paham antikebangsaan dan intoleransi.

“Pengurus OSIS di beberapa sekolah di ketiga kota itu mengaku sering mendapat postingan tersebut, lalu meneruskannya ke individu dan grup pertemanan lain,” tutur Zuly.

Kenyataan jtu sudah diketahui pusat dan juga PDIP, partai nasionalis yang selalu kalah di Sumbar.

“Untuk Provinsi Sumatera Barat, rekomendasi diberikan kepada Ir. Mulyadi dan Drs. H. Ali Mukhni. Merdeka! Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila,” kata Puan Maharani selaku petinggi PDIP dalam acara yang digelar DPP PDIP secara virtual, Rabu (2/9).

Pernyataan itu ditanggapi emosi oleh sebagian warga Sumbar – sebagai sindiran dan tudingan seolah-olah warga Sumbar tidak Pancasilais. Bahkan ada yang melaporkannya ke polisi.

Tapi argumen juru bicara Kelompok masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) yang tergabung dalam Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) yang mendatangi Bareskrim Mabes Polri, Jumat (4/9/2020) lalu – lagi lagi berdasarkan sejarah awal kemerdekaan RI, 75 tahun lalu. Bukan fakta fakta di Sumatera Barat di hari ini. Khususnya 10 tahun terakhir ini.

Semoga sentilan Puan Maharani menyadarkan pola pikir warga Sumbar yang intoleran untuk kembali ke sejarah masa lalu bahwa Sumbar pernah melahirkan banyak pemikir kelas nasional dan internasional dan penuh toleransi.

Bukan sebaliknya, terus mendapat label Sumbar Provinsi Sektarian, Provinsi Intoleran, Provinsi Anti Aplikasi Injil dan provinsi Anti Perayaan Natal . **

Sumber : Status Facebook Dody Haryanto

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed