by

Mereka Yang Membelokkan Hasil Kerja Jokowi

Kasihan? Pastinya.

Menyoal Bandara Kertajati, sosok Aher yang dijadikan pahlawan. Padahal proyek itu hampir gagal karena kurang modal. Akhirnya pemerintah pusat yang mengambil alih. Bandara itu butuh 9 triliun (2009), kemudian Bappenas menghitung ulang, butuh 12 triliun. Sementara pinjaman dari Cina ketika itu (2010) baru 3 triliun. Ya, pinjaman itu dari negeri kafir Cina di bawah komando Tuan Aher.

Komunis? Pastinya.

Jokowi menyuntik modal tambahan 2.1 triliun dan menggandeng swasta untuk menutupi kekurangannya. Pengawasan dilakukan betul-betul supaya tidak dikorupsi. Instruksi pengerjaan dirapatkan terus dengan para ahli, terutama dengan tangan kanannya, Basuki. Nah, mereka tidak mau mengakui kerja keras Jokowi mengawasi dan memimpin pelaksanaan proyek-proyek itu. Padahal itu bukan pekerjaan yang mudah. Tak percaya, tanya Cak Lontong yang pernah diajak blusukan. Hal itu dibutuhkan kejelian, rasionalitas, intuisi yang baik.

Cermat? Pastinya.

Namanya proyek ya prosesnya lama. Kajiannya saja bisa bertahun-tahun. Ini bukan cerita Roro Jonggrang yang minta dibangunkan seribu candi dalam semalam. Mementahkan peranan Jokowi hanya dilakukan oleh orang yang sakit jiwa. Menolak kenyataan dan hidup dalam dunia fantasi. Tenggelam dalam tipu daya kebencian dan memilih hidup dalam keseakanan.

Fiksi? Pastinya.

Ada banyak sekali data soal ini, tapi akan saya buat sesederhana mungkin sehingga muat di kepala mereka.

Fakta pertama, anggaran infrastruktur di era Jokowi (2015-2019) mencapai 4.197 triliun. Iya ini duit semua. Tunggu dulu, jangan ngiler di sini. Jumlah ini jauh lebih banyak dari era SBY. Namun tidak semua dibiayai APBN, porsi APBN dan BUMN/BUMD hanya 42%. Jokowi menggaet investor. Ia membangun negara dengan uang orang lain. Investor percaya, karena Jokowi orang jujur dan proyek itu dipastikan tidak mangkrak.

Jenius? Pastinya.

Fakta kedua, beberapa proyek memang dimulai sebelum Jokowi jadi presiden. Seperti kasus Trans Papua dan Bandara Kertajati itu. Kewajiban Jokowi memastikan proyek itu rampung. Problem pemerintahan sebelumnya itu di pengawasan. Ada banyak proyek yang terbengkalai, seperti 34 pembangkit listrik dan candi modern, Hambalang. Pengawasan rutin ini yang sedang dilakukan Jokowi. Tak semua orang punya kemampuan fisik dan keteguhan hati seperti itu.

Perkasa? Pastinya.

Fakta ketiga, beberapa proyek yang dilanjutkan itu sebelumnya memang mangkrak. Di tangan Jokowi proyek itu kembali jalan. Fakta ini dijadikan lelucon di kelompok sebelah, sehingga hampir dianggap fiksi. Tujuannya untuk mengelabui hasil kerja Jokowi. Padahal bukti nyata proyek mangkrak itu ada sampai sekarang.

Buta? Pastinya.

Fakta keempat, semua proyek tergantung pimpinannya. Nyatanya di era Jokowi tidak ada proyek mangkrak. Semua orang memang berjasa, mulai kuli bangunan, sopir truk, mandor, pelaksana, pengawas, kepala desa, camat, bupati, gubernur, menteri. Yang perlu dicatat, semua itu di bawah kendali satu orang, presiden. Kalau mau pencitraan, mestinya Jokowi main subsidi, padahal negara tertinggal jauh. Namun ada desakan maha hebat dalam dada Jokowi untuk tulus membagun.

Cinta? pastinya.

Fakta kelima, namanya membangun infrastruktur pasti butuh waktu. Seluruh proyek tadi realisasinya dapat digunakan dengan rincian, 20 proyek tahun 2016, 6 proyek tahun 2017, 50 proyek tahun 2018, 56 proyek tahun 2019, 23 proyek tahun 2020. Semakin mundur mulainya, semakin tambah juga tahunnya. Proyek Strategis Nasional itu bisa kembali mangkrak seperti presiden sebelumnya. Maka dari itu kita harus memberi kesempatan pada orang yang tepat untuk melanjutkannya.

Jokowi? Pastinya.

Sumber: facebook Katijow Elkayeni

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed