by

Menyadari Terkena Covid 19

Kami juga termasuk beruntung, banyak sekali orang baik yang membantu kami, mulai dari tetangga, kawan lama, teman kantor, teman facebook, dll. Tak terhitung jumlahnya kiriman makanan dan kue, suplemen, mainan, buku, masker, dan lain-lain. Saldo gopay istri saya bahkan diisikan satu juta rupiah oleh para tetangga.
 
Oh iya, saya tak sungkan menanyakan kepada calon pengirim, barang apa yang akan dikirim. Ini dilakukan untuk menghindari stok berlebihan khususnya untuk makanan atau suplemen.
 
Terimakasih dari kami untuk kawan dan sedulur semua, baik yang sudah mengirim barang ataupun ikut mendoakan kami. Benar-benar jadi penyemangat.
 
Bagaimana dengan ‘kehadiran’ pihak Puskesmas?
Lima hari setelah orang tua kami dinyatakan positif, mereka baru hadir untuk swab kepada kami. Lima hari lho, bagaimana tracing bisa efektif? Kebayang jika kami tetap beraktifitas normal selama 5 hari sementara diantara kami ternyata ada yang positif.
 
Mereka datang ke rumah, tak menanyakan kabar apapun, langsung melakukan swab dan pergi begitu saja. Sudah hari ketiga sejak swab dilakukan terhadap saya, tak ada kabar soal hasilnya. Tak ada juga supply obat atau suplemen (meski sejujurnya kamipun memang tidak berharap itu dari mereka).
 
Kami melakukan test swab mandiri karena kesadaran kami untuk melakukan tracing, 1 hari pasca orang tua kami dinyatakan positif, kami melakukan swab PCR terhadap seluruh anggota keluarga besar kami. Total 15 orang dewasa dan anak yang diswab. Sudah bisa dikalkulasikan berapa dana yang harus disiapkan. Ini kami lakukan agar bisa memberi informasi ke orang-orang yang melakukan kontak erat dengan kami dengan segera guna memutus rantai penyebaran.
 
Jadi selain logistik, dana darurat keluarga juga harus kita siapkan untuk melakukan test swab PCR atau untuk kemungkinan yang lebih buruk lagi jika harus dirawat.
 
Suplemen/obat apa yang kami konsumsi?
Saya tak berani merekomendasikan apapun karena setiap suplemen/obat bisa memiliki reaksi yang berbeda-beda untuk setiap orang. Kami menerima kiriman berbagai macam vitamin, madu berbagai jenis (clover, urai, dll), ekstrak jinten hitam, ramuan dr Suradi, ramuan Jagad, Linhua, obat antivirus kimia, Spirulina, dll. Tentu tidak semua kami konsumsi. Kami memilih beberapa diantaranya.
 
Beruntungnya, sejak dulu kami adalah keluarga pecinta buah. Kami bisa menghabiskan banyak buah-buahan dalam sehari. Percaya atau tidak, belanja terbesar kami setiap minggu adalah buah-buahan. Dari situ kami mendapat asupan vitamin alami yang jelas lebih enak.
 
Bagaimana kami tertular C19?
Bagaimana awal kami tertular masih menjadi misteri. Saya dan adik ipar saya yang selalu keluar rumah berkali-kali test swab. Adik saya bahkan sudah 21 kali test PCR dengan hasil negatif sebelum akhirnya pada test yang ke-22 dinyatakan positif. Prokes sebisa mungkin kami ikuti. So? Selain ikhtiar patuhi prokes, bersiap dengan kehadiran si virus ini di tubuh kita akan lebih baik.
 
Dengan pengalaman ini, saya kok merasa yakin seyakin-yakinnya banyak sekali penderita covid yang tak sadar atau tak mau melakukan test di luaran sana. Coba tarif test PCR diturunkan menjadi 300 atau 400 ribuan (seperti di Turki misalnya), saya yakin banyak orang sukarela melakukan test mandiri meski hanya bergejala demam.
 
Ada joke yang bilang, “covid hanya penyakit orang-orang yang mampu saja”. Ternyata ada benarnya juga. Artinya covid ‘baru ada’ ketika orang mampu membayar test swab PCR. Bagi yang bergejala tapi tidak mampu melakukan test mandiri, covid itu mungkin dianggap “tidak ada”. Apalagi bagi yang tidak bergejala. Entahlah. Itu hanya joke, bukan fakta.
 
Terakhir, kalau boleh bersaran, selain patuhi prosedur kesehatan, buat rencana A, B, C, atau D jika kita atau anggota keluarga kita terpapar, pastikan logistik aman jika kita isolasi mandiri, dan siapkan dana cair untuk kebutuhan mendesak jika kita terpapar.
Sumber : Status Facebook Teguh Arifiyadi

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed