by

Menuduh Munafik, tapi Kemunafikan diri Sendiri tidak Diperhatikan

Al-Imam Ibn Katsir ketika menafsiri ayat ini berkata, bahwa larangan menyolatkan jezanah orang munafik tidak terkhusus pada Abdullah bin Ubay bin Salul saja, tapi mencakup semua orang yang sudah diketahui kemunafikannya. Sebagaimana beliau dan banyak ahli tafsir yang lain juga mengetengahkan banyak riwayat bahwa setelah turun ayat ini Rasulullah SAW tidak pernah lagi menyolatkan jenazah orang munafik dan berdoa serta mengurus pemakaman mereka.

Di sini letak kekurangjelian penggunaan ayat ini sebagai dalil. Sebagaimana kita ketahui bahwa mengetahui apakah seseorang itu munafik atau bukan tidaklah mudah, bahkan bagi para sahabat Rasulullah SAW yang hidup bersama-sama dengan mereka. Sejarah mencatat bahwa ada satu orang yang mengetahui nama-nama kaum munafik satu per satu selain Rasulullah SAW, ia adalah sahabat Hudzaifah yang berjuluk Pemegang Rahasia Rasulullah SAW.

Setelah Rasulullah SAW wafat, Hudzaifah kemudian menjadi rujukan dalam menentukan apakah seseorang itu munafik atau tidak. Sebut saja Umar bin Khattab, khalifah kedua umat Islam, tidak menyolatkan jenazah yang tidak beliau kenal sampai datang Hudzaifah dan menyolatkan jenazah tersebut (lihat Tafsir Ibn Katsir), karena Hudzaifah mengetahui siapa saja orang munafik dan tidak ada yang mengetahui hal tersebut selain beliau (Syarah Shahih Bukhari oleh Imam al-Aini).

Yang ingin penulis garisbawahi adalah fakta bahwa setelah wafat Hudzaifah tidak ada lagi orang yang mengetahui kemunafikan seseorang sebagaimana dikatakan para ulama. Adapun jika seseorang menunjukkan tanda-tanda kemunafikan, maka yang harus kita lakukan adalah kembali pada kaidah di atas. Sebab memberi cap seorang sebagai munafik sama berbahayanya dengan memberi stempel kafir.

Pada akhirnya, persatuan umat Islam adalah hal yang kita harapkan bersama. Pelabelan seorang muslim dengan label kafir atau munafik justru membuat persatuan semakin jauh terasa atau bahkan hanya sekedar dongeng belaka.

Mari kembali pada prinsip bahwa semua yang mengucapkan kalimat syahadat adalah saudara kita seiman, seagama. Ayo kembali pada Pedoman Al-Qur’an untuk saling memperbaiki dan mengajak pada kebaikan. Jika kita melihat bahwa mereka yang memilih cagub non-Muslim itu keliru, bimbing dan beri pemahaman pada mereka. Tugas kita adalah saling menasihati dan mendoakan agar Allah Swt senantiasa menyirami kita dengan hidayah-Nya dan membimbing setiap langkah kita menuju ridha-Nya. Bukankah Rasul SAW senantiasa berdoa : “Wahai Allah beri hidayah kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

Mari wujudkan Islam yang bersatu walau dalam perbedaan pendapat, Islam yang mampu bekerjasama dalam mencerdaskan umat, bukan Islam yang saling ribut dan melaknat, juga bukan Islam yang saling menyalahkan dan menghujat.**

Sumber : muslimoderat

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed