by

Menjawab Tafsir Politis di Media Sosial; Dari Pilkada Hingga Politisasi Agama

Ibn Katsir memberikan penjelasan terkait asbabun nuzul Al-Maidah ayat 51, “As-Saddi menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang lelaki. Salah seorang dari keduanya berkata kepada lainnya sesudah Perang Uhud, ‘adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada Yahudi itu, lalu saya berlindung kepadanya dan ikut masuk agama Yahudi bersamanya, barangkali ia berguna bagiku jika terjadi suatu perkara atau suatu hal.’

Sementara itu, yang lainnya menyatakan, ‘adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Fulan yang beragama Nasrani di negeri Syam, lalu saya berlindung kepadanya dan ikut masuk Nasrani bersamanya.’” Awliya dalam tafsir Ibn Katsir ini jauh dari artian pemimpin, apalagi gubernur.

Tafsir ayat-ayat yang dibicarakan secara politis di medsos dapat kita simak dalam buku Tafsir Al-Quran di Medsos Gus Nadir. Selain Al-Maidah ayat 51, Gus Nadir juga membahas surat An-Nisa yang tak kalah dipolitisasi. Pada subbab Tafsir An-Nisa (4): 138-139 Bukan Mengenai Pilkada, Gus Nadir melanjutkan persoalan awliya. Gus Nadir menulis, “tafsir Al-Qurtubi mengatakan ‘awliya’ dalam ayat ini konteksnya membantu dalam amalan yang berkenaan dengan agama.

Tafsir Al-Munir juga mengatakan hal yang sama. Itu artinya, kalau kita ikuti alur kedua kitab tafsir ini, berhubungan baik dengan nonmuslim di luar masalah agama, seperti bermuamalah, bertetangga, bekerja. transaksi, dan lain-lain, dibenarkan oleh Islam.”

Maka, sebetulnya pemaknaan terhadap awliya selaras dengan Al-Kafirun ayat 6 yang terjemahannya, “bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” Islam tak membenarkan tindakan murtad dan syirik. Namun, untuk tindakan yang sifatnya muamalah atau sosial bersama pengikut agama lain, bahkan dengan yang tak beragama sekalipun, Islam tidak melarang itu. Islam menghendaki umatnya memiliki kesalihan ritual (hablumminallah) dan kesalihan sosial (hablumminannas) sekaligus.

“Spirit Islam adalah keadilan,” tulis Gus Nadir, “kalau ada orang adil (mampu berbuat adil dan menegakkan keadilan) ya kita dukung meskipun dia bukan muslim dan Allah akan menolong orang yang adil tersebut. Kalau ada orang muslim, yang bersikap zalim dan melakukan kezaliman, ya, jangan didukung.”

Pada akhirnya, kita pantas bersepakat pada saran penting dari Gus Nadir. Umat harus terus diedukasi dan diberi pencerahan akan makna dan kandungan ayat Alquran sesuai tafsir para ulama, bukan pakai logika dan kepentingan para politisi. Setiap upaya mereduksi ayat suci ke dalam kubangan politik kotor harus kita lawan.

Setiap upaya pembodohan terhadap umat dengan semata hendak membangkitkan emosi massa harus kita tangkal. Setiap penafsiran dan penerjemahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah tafsir harus kita jelaskan dengan merujuk pada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar (representatif).

Sumber: islami.co

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed