by

Menjadi Bangsa Bajigur

Termasuk apa yang dilakukan Raffy Ahmad, duta milenial penerima vaksin pertama, tapi habis itu tak menunjukkan adab generasi milenial. Karena melianialisme, yang artinya presisi dan persisten itu, tak dipenuhi. Termasuk omongan Ribka Tjiptaning, wakil rakyat dari PDIP, yang menolak vaksinasi, dan lebih memilih bayar denda Rp5juta. Ribka dulu memang mengaku anak proletar, kini ‘proletar munggah mbale’. Hidupnya sudah disubsidi negara (dari uang rakyat) secara berlimpah. Tunjangan komunikasinya saja tiap bulan, Rp15juta, meski omongannya tidak komunikatif, apalagi solutif. Masih mending Bu Tejo.
Selama masih berbaik-baik dengan Mbak Mega, lima tahun ke depan posisi Ribka aman. Sedang bagi jelata, yang tidak munggah bale, pandemi satu tahun saja sudah gulung-koming, karena bansos pun dulu dicolong oleh Mensos, yang satu partai dengan Ribka. Last but not least, yang dulu minta Jokowi yang mesti divaksin pertama kali. Ketika disanggupi, ada yang nyeletuk ‘pemimpin itu mestinya mendahulukan rakyatnya’. Dan ketika Jokowi disuntik vaksin, ada yang serius bikin hoax itu vaksin berisi vitamin. Nyuntiknya aja gemetaran, tidak dilakukan oleh pakar suntik, padal itu Guru Besar FKUI. Dikiranya FKUI itu fakultas kadrun umat islam.
Lha soal Ahok yang nyanyi tanpa masker di sebuah pesta ultah? Saya belum tahu info lengkapnya, soal pasal nyanyi dengan masker itu gimana gitu. Tapi, jika besok Sabtu masih kita temukan manusia tak proporsional, alamat bangsa dan negara Indonesia ini masih butuh waktu lama, untuk sekedar menamakan Indonesia Maju.
Nah, coba tonton video wawancara saya dengan Vey, klik tautan di bawah, bagaimana ia berani ngomong soal pasar dan karakter Gunung Merapi, juga soal mitigasi bencana. Apakah dia tidak proporsional, hanya karena dia bukan sesiapa? Bukan selebs? Apakah rakyat jelata tak boleh ngomong besar? Tak bisa jadi sumber kutipan? Padal, bukankah ini jaman medsos? Jaman bajigur?
Tapi dengan rakyat yang daya kritisnya tidak proporsional (bukannya mengkritisi kebijakan publik pemerintah), kapan kita nyadar pandemi nyinyir lebih berbahaya? Dan lebih bajigur? |
 
Sumber : Status Facebook @sunardianwirodono

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed