by

Menghina Kepala Negara Bukan Kebebasan Berpendapat

Oleh Gerry Setiawan

Tgk. Ni, sapaan akrab mantan panglima GAM Wilayah Pasee, Teungku Zulkarnaini Hamzah sudah dua kali dipanggil dan diperiksa Ditreskrimum Polda Aceh. Polda Aceh juga meminta keterangan 10 saksi. Tgk.Ni diperiksa atas dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukannya beberapa waktu lalu.Tgk. Ni telah menebar kebencian, penistaan, serta pencemaran nama baik Presiden RI Joko widodo pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kantor DPW-Partai Aceh, Geudong, Aceh Utara, 7 April lalu.

Rekaman video pidato Tgk. Ni tersebut beredar luas melalui akun Youtube di internet yang kemudian disadur dan ramai diberitakan. Bisa lihat link

Pada pemanggilan ketiga Tgk. Ni berasalan sakit. Di saat proses hukum sedang berlangsung, Tgk. Ni secara diam-diam menyurati Presiden RI dan menyatakan permohonan maafnya. Dan Presiden merespons surat tersebut.

Respon positif Presiden terungkap dalam kunjungan kerja Presiden ke Aceh 1 Juni lalu. Saat melakukan pertemuan dengan Muspida dan Kapolda Aceh di Banda Aceh, Presiden menyatakan sudah menerima surat permohonan maaf Tgk Ni dan dirinya menyatakan menerima permohonan maaf Tgk. Ni.

Mengakui Perbuatan, Memafkan dan Akibat Hukum

Surat permohonan maaf Tgk. Ni adalah sebuah pengakuan bahwa dirinya memang sudah melakukan perbuatan penghinaan kepada Presiden. Pengakuan bersalah itu dilengkapi dengan surat pernyataan Tgk. Ni yang dibuat di depan Kapolda Aceh Irjen Pol M Husein Hamidi.

Adapun enam poin yang termuat dalam surat pernyataan Tgk Ni tersebut, yaitu: (1) Tidak menentang kepada kekuasaan yang telah berdiri di Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) Tidak lagi menghina Presiden RI; (3) Tidak mengibarkan bendera Aceh sebelum disetujui Pemerintah RI; (4) Tidak menghina golongan penduduk lain di negara Indonesia; (5) Tidak mengulangi perbuatan yang sama; (6) Tidak memprovokasi, menghasut, dan mengajak masyarakat untuk menentang Pemerintah RI;

Enam poin pernyataan Tgk. Ni itu berarti pula pengakuan bahwa ia telah melakukan sejumlah kesalahan terhadap negara. Yakni, selain telah menghina kepala negara, Tgk. Ni mengakui telah menentang kekuasaan negara, telah mengibarkan bendera Aceh yang belum disetujui Pemerintah, telah menghina golongan penduduk lain, dan telah memprovokasi, menghasut, dan mengajak masyarakat untuk membangkang terharap kekuasaan yang sah.

Nah, sebagai ujung tombak penegak hukum, Polda Aceh tinggal meneruskan berkas pemeriksaan Tgk. Ni kepada kejaksaan untuk proses penuntutan lebih lanjut. Karena pemberian maaf oleh Presiden Jokowi tersebut tidak dengan sendirinya menghapus perbuatan melawan hukum yang telah dibuat oleh warga negara. Ia tidak sama dengan amnesty atau pengampunan, karena amnesty hanya dapat diberikan setelah proses hukum dijalankan, dan terpidana sudah menjalani hukuman selama masa tertentu.

Di sisi lain, permintaan maaf dan pernyataan tertulis Tgk. Ni adalah sebuah tindakan ksatria serta sikap kooperatif seorang warga negara yang insyaf akan kesalahan yang telah diperbuatnya. Ia telah membantu mempermudah proses hukum, dan karenanya ia akan mendapatkan keringanan hukum (bukan menghapus akibat hukum). Ayo, aparat penegak hukum, tunggu apa lagi…?

Kompasiana
 

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed