by

Menggugat Sebuah Patung

Patung yang dibuat pada tahun 1940 itu sebenarnya sudah sering sekali digugat, bermula sejak 50 tahun yang lalu. Jelas sekali terlihat agenda white supremacist dengan penampakan sosok Teddy Roosevelt yang tampak angkuh. Sudah beberapa kali lokasi patung ini menjadi kanvas grafiti sebagai tempat coretan protes dari orang-orang yang menuntut pernyataan maaf atas kejadian yang telah lampau di masa yang jauh. Permintaan untuk merubuhkannya kembali menguat sejak adanya demonstrasi anti rasisme kulit hitam yang kemarin berlangsung selama berminggu-minggu.

Cucunya sendiri yang menjadi petinggi di jajaran pengurus Museum tersebut sudah menyetujui dan memberikan kata setuju. Tetapi belum jelas apakah patung akan diturunkan seluruhnya atau hanya dua orang pengiring yang dihilangkan supaya pesan yang ingin disampaikan jangan sampai rancu. Sejarah peradaban bangsa Amerika memang sangat kelam dan tidak bisa dihilangkan begitu saja walaupun telah diperbaiki dengan make-up tebal yang bergincu. Penindasan bangsa Indian dan perbudakan bangsa kulit hitam sudah menjadi bagian dari catatan sejarah, apapun usaha yang dilakukan untuk mencoba memutar balikkan fakta tidak akan bisa menghapuskan rasa malu.

Saya jadi teringat dengan patung perunggu yang berada di taman Tugu Tani, Jakarta Pusat yang sering sekali diprotes oleh kaum Monaslimin. Patung yang menggambarkan seorang pemuda desa yang gagah dan sedang memanggul senjata dengan memakai topi caping. Di sertai seorang wanita yang mengulurkan mangkuk berisi makanan yang tampak tengah berada berdiri di samping. Banyak yang menghubungkan patung ini sebagai lambang pergerakan partai komunis untuk mempersenjatai kaum tani, padahal ceritanya jauh dari nada yang berdenting.

Patung yang aslinya bernama Patung Pahlawan ini dibuat tahun 1963 atas inisiatif presiden Soekarno, sebenarnya untuk mengingat peristiwa saat zaman perang kemerdekaan. Seniman Matvey dan Ossip Manizer, bapak dan anak asal Rusia yang menjadi pematung mengambil ilham dari cerita rakyat yang terjadi di pedesaan Jawa Barat, tentang seorang ibu yang rela berkorban. Dia melepaskan anak laki satu-satunya untuk pergi berjuang mengusir penjajah dengan dibekali nasi dan lauk untuk nanti persiapan makan di jalan. Jadi sangat jauh maknanya ketika kaum kadrun yang minim literasi pada protes dengan sibuk membakar bendera PKI buatan sendiri yang merupakan hasil sablonan.

Tabik.

Sumber : Status facebook B. Uster Kadrisson

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed