by

Mengapa SP3 Rizieq Membuat Panik Gerindra?

Gerindra merasa bahwa ini taktik dan strategi Jokowi untuk meredam suasana. “Jokowi berusaha berdamai mendekati pemilu..” Begitu disampaikan Wasekjen Gerindra Andre Rosiade.

Gerindra patut gentar, karena kekuatan mereka sekarang ini ada di Rizieq Shihab. Cuma itu peluru mereka satu-satunya sekarang ini karena survey Prabowo sudah tidak mungkin naik lagi. Dan merangkul Rizieq berarti mendapat legitimisasi bahwa mereka didukung “umat Islam”. Entah umat Islam yang mana versi Gerindra..

Dan Gerindra pasti berhitung, jika Rizieq dirangkul Jokowi, atau setidaknya disandera dengan “bukti-bukti yang masih rahasia”, maka mereka tidak punya pegangan kuat lagi.

Ini jadi buah simalakama buat Gerindra. Mereka senang, karena kasus Rizieq ada kepastian. Tapi gemetar karena bisa jadi ada sesuatu dibalik semua penghentian. Mereka ketakutan akan bayangan pemikirannya sendiri.

Bisa jadi ketakutan Gerindra benar. Kalau melihat langkah Jokowi memang kita tidak bisa berhitung hasil di awal. Jokowi senang terlihat kalah, karena disanalah dia bermain sebenarnya. Membuka pertahanan supaya lawan masuk dan menyerang, lalu menutupnya rapat-rapat sehingga musuh terkurung dan tak mampu melawan. Seperti tikus masuk perangkap karena tergiur makanan..

Dengan begitu Jokowi mendapat dua keuntungan. Satu, kasus Rizieq tidak bisa dijadikan senjata oleh lawan untuk menyerang dan kedua, memecah belah barisan sehingga didalamnya terjadi ketegangan. Gerindra pasti mencurigai bahwa Rizieq ada “deal-deal” tersendiri dengan Jokowi untuk memenangkan dirinya.

Kekuatan paling besar sebenarnya adalah bagaimana memecah solidnya internal. Dengan begitu mereka akan terpecah dan menyebar.

Situasi ini mirip situasi saat perang Siffin dalam sejarah Islam. Muawwiyah yang terpojok karena solidnya serangan, memakai taktik dengan “menyerah” menggunakan Alquran. Dan ramailah kaum khawarij yang berada di barisan Imam Ali menuntut supaya menerima penyerahan diri itu meski Imam Ali bersikeras mengatakan, “Bahwa itu semua pancingan..”

Dan sejarah juga mencatat, bahwa Khalifah Ali bin abu Thalib, akhirnya kalah karena strategi Muawwiyah itu.

Dalam perang, memang taktik dan strategi itu yang utama, bukan sekedar adu kekuatan. Kadang perlu mundur untuk mengatur kekuatan, kadang menyerang untuk membuat gertakan.

“Perasaan menang adalah kekalahan sesungguhnya..” Begitu seorang teman berkata. “Karena ketika orang dibuai kemenangan, maka kuda-kuda kaki mereka pasti lemah. Gampang dijatuhkan..”

Seruput kopi makin asyik melihat bagaimana kasus ini berjalan…

Sumber : Status Facebook Denny Siregar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed