by

Mengapa Cadar Bisa Datangkan Fitnah

Saya sendiri sering merasa tidak nyaman jika harus berkomunikasi dengan seseorang yang bercadar. Saya merasa bahwa si cadar ini tidak benar-benar ingin berkomunikasi dengan saya atau berpikir bahwa dia merasa tidak nyaman dengan saya (and that’s why she covers her face). 
 
Suatu ketika saya pernah datang ke sebuah kafetaria dan tiba-tiba beberapa wanita yang ada disitu menutup wajahnya. Saya kaget tentu saja. “What’s going on? Do I scare them?” Meski maksud mereka adalah melindungi diri mereka dari fitnah (which in this case is ME! ) hal tersebut sungguh membuat saya tidak nyaman. Saya merasa sebagai seorang ‘intruder’ pengganggu mereka karenanya. Saya sebenarnya ingin mengangkat piring saya dan menjauh dari mereka tapi saya pikir itu justru akan sebaliknya membuat mereka tidak nyaman. They might feel guilty (or might be happy to have scared me away). 
 
Saya kemarin dikirimi video ceramahnya Ustad Abdul Somad menjawab pertanyaan jamaahnya soal kewajiban menggunakan cadar. Menurutnya sih pakai cadar  tidak wajib tapi kalau ada wanita yang saaaaangat cantik maka sebaiknya ia menutup wajahnya sambil memperagakannya dengan tangannya. Saya jadi geli melihatnya.  UAS tidak menjelaskan mengapa seorang muslimah yang saaaangat cantik harus menutupi wajahnya kalau ada laki-laki. Tapi kita tentu bisa menebak bahwa maksudnya adalah agar tidak menimbulkan fitnah. Tapi saya yakin kalau UAS ditanya fitnah apa yang akan menimpa wanita yang saaaangat cantik dia juga akan kelabakan menjawabnya karena itu semua kan hanya asumsinya. Dalam hal ini saya berbeda pendapat dengan Ustad Abdul Somad. Menurut saya sih wajah cantik itu bukan fitnah tapi berkah dan saya yakin lebih banyak yang setuju dengan saya. 
 
Apakah jika seseorang itu begitu cantik dan rupawan maka ia harus menutup wajahnya untuk menghindari fitnah? Mari kita lihat sebuah kisah yang ada di Alquran. Alkisah ada seseorang yang begitu rupawannya sehingga yang melihatnya bukan hanya kagum, bengong, ndlahom, terkiwir-kiwir, tapi bahkan membuat jari mereka yang melihatnya teriris saking kesengsemnya melihat betapa rupawannya orang tersebut. Mereka bahkan mengira jangan-jangan orang yang dilihatnya  ini bukan manusia biasa tapi seorang malaikat yang turun dari sorga saking uleng-ulengannya kerupawanannya. 
Ya, itu adalah kisah Nabi Yusuf. 
 
Kegantengan Nabi Yusuf sangatlah fenomenal dan mampu membuat para wanita jaman itu bukan hanya terpesona abis tapi juga teriris jari (dan hatinya). 
Jelas bahwa kegantengan Nabi Yusuf mendatangkan fitnah bagi wanita yang melihatnya tapi toh Tuhan tidak menyuruh Nabi Yusuf untuk memakai cadar. Edian po…!  Kerupawanan wajah Nabi Yusuf ini adalah berkah bagi beliau dan bukan fitnah. Saya yang terkesan dengan kisah beliau ini bahkan memberi nama “Yusuf” pada anak kedua saya. Alhamdulillah, dia juga ganteng mewarisi kegantengan bapaknya. 
 
Sekarang ini urusan ‘fitnah’ karena wajah ini jadi bahan olok-olok. Mereka yang wajahnya uelek berantakan malah disuruh pakai cadar agar tidak menimbulkan ‘fitnah’.  Dengkulmu anjlog…! 
 
Pada waktu TK anak bungsu saya Tara takut waktu pertama kali melihat salah seorang gurunya berjubah hitam dan bercadar. Ia menjerit ketakutan dan tidak bisa dibujuk. Saya tidak tahu apa yang ada di benaknya tapi jubah hitam dan cadar telah ‘sukses’ membuat Tara ketakutan masuk sekolah (sekarang mah dia malah suka nonton film horror). 
 
Berbeda dengan Tara, sepupunya Udik justru penasaran dengan guru yang bercadar. Ia lalu mendekatinya lalu bertanya, “Ini di dalamnya apa?” sambil menuding ke cadar guru tsb. Si guru tentu saja tertawa lalu membuka cadarnya. Maka tampaklah wajah gurunya yang tersenyum tersebut. Si Udik ini rupanya masih belum percaya pada apa yang dilihatnya dan bertanya, “Bukan monster ya?”  Tentu saja semua orang yang mendengarnya tertawa ngakak. Mbok pikir Darth Vader opo, Le? 
 
Sekian dulu. Saat ini saya sudah di pesawat menuju Jakarta. Mohon maaf jika Anda bosan saya nulis soal cadar terus sejak kemarin. Saya lagi bergairah menulis tentang cadar. 
Saya samasekali tidak antipati pada wanita bercadar. Itu hak pribadi wanita mana pun. Tapi saya harus mengakui bahwa I don’t feel comfortable around them meski pun saya pernah presentasi di pondok wanita di mana santrinya bercadar semua, all in black robe and veil.  I felt like being in the middle of a strange place. Waktu saya foto isinya hanya kegelapan. 
 
Sumber : group Whatsapp

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed