by

Menentang Khilafah Di Indonesia Bisa Dihukum Karena Penodaan Agama

Dalam majalah Al-Wa’ie milik eks HTI terbitan tahun 2010 ada judul tulisan “SM Kartosoewirjo: Pejuang Syariah yang Teguh”. Tulisan singkat itu mengapresiasi habis apa yang dilakukan Kartosuwiryo.

Kalau Kartosuwiryo dianggap oleh simpatisan Hizbut Tahrir sebagai pejuang syariah yang teguh, namun bagi para ulama, Kartosuwiryo malah dianggap bughat, lalu diperangi oleh negara. Selanjutnya apakah para ulama ini menentang syariah atau menentang Islam?

Padahal jelas Kartosuwiryo dalam UUD buatannya yang berjumlah 34 pasal menyebut Indonesia sebagai Negara Islam Indonesia, dan NII menjamin berlakunya syariat Islam, serta dasar dan hukum yang berlaku di Indonesia adalah Islam, serta hukum tertinggi adalah Alquran dan hadis sahih (baca buku “Biografi Singkat SM. Kartosuwiryo”).

Tapi Kartosuwiryo tetap dilabeli bughat oleh para ulama.Tentu para ulama tidak sembarangan, pasti ada acuannya.

Dalam kitab fikih dasar (silakan komparasikan dengan yang advanced) yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyyah di pesantren, semisal “Fathul Qarib” sudah dijelaskan bab bughat sebagai kelompok muslim yang membangkang terhadap imam yang adil. Rasa-rasanya dari 18 kutub mutabannat (kitab otoritatif) milik Hizbut Tahrir yang menyinggung tentang politik dalam porsi yang banyak semisal “Ajhizat Dawlat Al Khilafah”, “Nizam Al Hukm fi Al Islam”, “Al Dawlah al Islamiyyah” hingga kitab tebal tentang UUD HTI yakni “Muqaddimah Al Dustur” tidak menyinggung bughat. Mungkin mereka takut dibughatkan karena menentang negara-negara yang eksis saat ini. Hanya satu kitab yang bukan mutabannat seperti kitab “Nizam Al Uqubat” yang menyinggung tentang bughat. Sekalipun demikian, “menarik” penjelasan dalam kitab “Nizam Al Uqubat” itu bahwa termasuk dalam katagori bughat bagi mereka yang membangkang khalifah (pemimpin) yang adil maupun Khalifah (pemimpin) yang dhalim.

Perlu diketahui bughat itu pelakunya juga bisa sesama muslim. Lalu siapa ulama NKRI yang membughatkan mereka? Dalam buku “Tambakberas: Menelisik Sejarah, Memetik Uswah”, KH. Hasan berkisah bahwa suatu saat KH. Wahib Wahab memberikan kuliah fiqih siyasah di pondok Tambakberas dan beliau menjelaskan pengalamannya dahulu bagaimana pemerintah Soekarno gamang memerangi DI/TII
karena mereka sesama muslim. Namun dengan tegas KH. Wahib Wahab (putra KH. Wahab Chasbullah) bicara bahwa pelaku makar harus diperangi.

Masih di buku Tambakberas, salah seorang kiai bertobat dari DI/TII dan mengakui kebenaran pendapat KH. Wahab Chasbullah atas penentangannya terhadap DI/TII.

Tidak hanya DI/TII, tapi juga pemberontakan Masyumi dan Permesta juga ditolak ulama. Masih di buku Tambakberas, KH. Abdul Mun’im menjelaskan bahwa suatu saat KH. Idham Chalid dipanggil Kiai Wahab Chasbullah. Kiai Wahab berkata, “Celaka Masyumi melakukan pemberontakan dan membentuk pemerintahan sendiri dengan cara kekerasan dengan memproklamirkan PRRI di Sumatera Barat.” Wah ini sudah Jelas bughot, tidak bisa dlbenarkan, lalu apa yang mesti kita lakukan Kiai? tanya KH. ldham Cholid. Kiai Wahab menjawab, ”Kita harus segera membuat pernyataan sikap, agar tidak didahului oleh kelompok Syuyuiyyin (PKI). Karena PKI akan memanfaatkan peristiwa ini untuk menggebuk Masyumi dan umat Islam semuanya. Karena itu, kita mengeluarkan pernyataan sikap ini dengan dua tujuan. Pertama. agar PKI tahu bahwa tidak semua umat Islam setuju dengan pemberontakan PRRI. Kedua, agar dunia lnternasional jangan sampai menganggap bahwa pemerintah pusat sudah sepenuhnya dikuasai PKI, sebagaimana dipropagandakan Masyumi dan PSI untuk menggalang dukungan internasional.”

Maka dalam sejarah Indonesia saja gamblang bagaimana mereka yang menggendong-gendong Islam dalam politik bisa dibughatkan oleh para ulama, dan para ulama itu tidak dianggap menentang syariah Islam. Belum lagi kalau kita membaca sejarah politik dunia Islam. Malah begitu banyak darah tertumpah karena masalah bughat ini.
***

Pertanyaannya, kalau 99 persen rakyat Indonesia menentang khilafah ala Hizbut Tahrir, maka apakah akan dianggap menodai Islam dan akan dimasukkan penjara? Atau malah sebaliknya?

Hal yang pasti, eks HTI telah menentang ajaran Islam berupa kesepakatan atas NKRI yang dibuat para pendiri bangsa termasuk para alim ulama. Kok bisa, mereka mau merubuhkan NKRI yang telah disepakati para pendiri bangsa dan ingin mengganti dengan khilafah ala Hizbut Tahrir.

Pernyataan terakhir, menentang suatu gagasan berbau Islam lalu dianggap menentang Islam, maka bisa dibayangkan kalau orang-orang seperti ini memegang kekuasaan politik dan memiliki kekuatan..

Sumber : Status Facebook Ainur Rofiq Al Amin

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed