by

Mendamba Oposisi Cerdas

Memenuhi ruang publik dengan narasi-narasi konflik, ujaran dan pelintiran kebencian, hoax dan fitnah untuk menggalang dan mengakumulasi dukungan menjadi cara yang paling murah dan mudah untuk merebut kekuasaan. Keengganan kelompok oposisi untuk meninggalkan dan menanggalkan cara-cara tersebut jelas memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan sebab sampai saat ini tidak ada garis-garis kerja programatik yang ditawarkan sebagai buah konkret kritisisme terhadap pemerintah dan solusi terhadap isu-isu yang menjadi obyek kritik. Apa yg bisa diharapkan oleh publik apabila kelompok-kelompok oposisi malah menawarkan ilusi ganti presiden, ganti sistem apalagi ilusi negara Khilafah Islamiyah ?

Kelompok oposisi yang sebagian besar merapat ke kubu Prabowo-Sandi bukanlah kumpulan orang-orang bodoh. Namun , segala kecerdasan, keahlian dalam berkomunikasi dan menjalin relasi publik yang mereka punyai ternyata belum mampu mengubah nada dasar orkes simfoni yang berkarakter kepedihan, kekhawatiran, pesimisme dan ketidakjelasan masa depan Indonesia. Alih-alih memperkenalkan program dan adu program, sosok Prabowo lebih bersemangat untuk menyimbolkan Pilpres 2019 sebagai perang kosmik diametral antara hitam dan putih, baik dan buruk, benar dan salah.

Oposisi yang bodoh, buruk maupun nir oposisi membahayakan demokrasi kita. Siapapun yang keluar sebagai pemenang dalam pilpres 2019 yang dilaksanakan secara demokratis dan jurdil, adalah yang berhak memimpin bangsa ini untuk 5 tahun ke depan. Kelompok oposisi harus diingatkan bahwa yang paling penting bukanlah sekedar siapa yang keluar sebagai pemenang melainkan mengawal dan merawat proses pilpres dengan sebaik-baiknya supaya berjalan sedemokratis-demokratisnya. Sebab produk peradaban rakyat Indonesia bukanlah ketika Presiden yang baru telah terpilih, melainkan upaya dari kita semua yang tidak kenal lelah untuk merawat demokrasi sebagai mekanisme suksesi kepemimpinan nasional secara damai dan teratur dan tidak tergoda untuk menjatuhkan Presiden hanya karena ilusi dan ambisi kekuasaan.

Demokrasi membutuhkan oposisi yang cerdas, yang berani adu gagasan dan program-program yang bermuara pada kesejahteraan umum. Oposisi yang cerdas tentu tidak menggunakan segala cara untuk meraih kemenangan. Semoga Pasca 20 September 2018, kubu penantang petahana berani mengawali sebagai oposisi cerdas sehingga secara koletif dua kubu yang bersaing dapat menyingkirkan dan menghilangkan narasi konflik, wacana dan isu SARA, hoax, pelintiran kebencian dan fitnah dalam pusaran arus utama pemilihan presiden 2019.

Sumber : Status Facebook Guntur Wahyu N

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed