by

Memori Tahu Isi

Oleh: Denny Siregar
 

“Status renungan yang sering ku buat itu bukan untuk menasehati orang lain..”

Saya mengambil secangkir kopi dan – horee – ada tahu isi yang tersedia lagi di meja. Bu warkop rupanya sudah sadar bahwa dia khilaf menuduhku tidak bisa membayar hutang2 di warkop yg sudah berusia 2 tahun 6 bulan itu. Belum 3 tahun nagihnya sengit amat..

‘Status renungan itu sebenarnya untuk saya sendiri. Fesbuk ini ibarat sebuah diary, dimana saya merenung dengan harapan bisa menjadi orang seperti yg saya tuliskan..

Saya menasehati diri sendiri, bukan orang lain. Lha saya siapa kok bisa2nya menasehati orang lain, diri sendiri aja belum betul.. Sebagai penampar bahwa saya jauh dari apa yang diharapkan dan sesuai dengan nasihat Imam Ali..

Kalau kemudian ada orang lain yang terinspirasi, tersentuh bahkan ikut berkaca dengan renungan itu, itu hal lain. Karena perspektif orang dalam memahami teks bisa sangat berbeda tergantung dia sedang dalam situasi apa..

Pahami itu..”

Temanku mengunyah tahu isi yang tinggal satu2nya. Geram dibuatnya. Sudah makannya banyak, pake acara nambah lagi.

Dengan enteng temanku bertanya dengan mulut penuh, “Kenapa kamu mesti klarifikasi ?”

“Supaya ketika Angelina Jolie tiba2 siaran langsung mengaku bahwa dia adalah anak hasil kerja kerasku di kamar mandi, kamu tidak memakiku, mengatakanku munafik bahwa statusku tidak sama dengan perbuatanku..”

Kumakan cabe rawit yang tersisa, tahu isinya dah gak ada. Cabe lagi, cabe lagi…

” Aku juga manusia, punya tangan punya jari, jangan samakan dengan pisau belati…”

Kuseruput kopiku. “Buuu.. orang ini yang bayarrr. Mangan telu ngaku sijii.. “

Temanku terbengong melihatku lari. Aku ketawa dalam hati. Masih untung kubilang tiga, wong makannya lima biji…

(Sumber: www.dennysiregar.com)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed