by

Memenangkan Perang Gerilya Di Papua

Nah, bagaimana idealnya pemerintah melakukan operasi keamanan di Papua dengan resiko korban tewas yang lebih sedikit?

1. Jangan setengah hati ketika mengirim prajurit TNI ke Papua.

Banyak sekali kasus tewasnya prajurit TNI/Polri di Papua adalah karena ambush alias serangan mendadak. Banyak hal yang sebenarnya bisa membuat seseorang itu vulnerable terhadap ambush, dan di dalam konteks operasi militer yang dinamis, sangat gampang buat seseorang prajurit untuk kehilangan ‘security awareness’nya sehingga dia menjadi lengah. Misalnya, saat baru 1 bulan pertama, dia masih full adrenaline sehingga selalu dalam kondisi siaga. Tapi setelah 2-3 bulan tanpa ada kontak tembak, maka dia mulai lebih rileks sehingga kelengahan itu mampu dieksploitasi oleh KKSB. Untuk itu maka seharusnya prajurit yang dikirim ke Papua adalah prajurit-prajurit yang memang dipersiapkan khusus untuk melakukan operasi militer dengan intensitas yang fluktuatif.

Disamping itu, Institusi TNI dan Polri harus melengkapi anggota yang bertugas di Papua dengan alutsista yang menunjang. Banyak sekali video yang menunjukkan saat ada kontak tembak, kelihatan bahwa alat perlindungan dasar (rompi anti peluru, helm, alkom) itu tidak dipakai secara merata. Hal ini akan meningkatkan vulnerabilitas dari aparat keamanan yang bertugas di Papua.

Yang berikut adalah menerapkan prinsip-prinsip dasar pengamanan FOBs (Forward Operating Bases). Kalau melihat sistem pengamanan pos-pos keamanan di daerah konflik bersenjata di Indonesia, rata-rata sangat gampang untuk diserang. Tidak ada pengamanan menyeluruh, 360 derajat. Jadi ‘ambush’ itu bisa terjadi dengan mudah. Apalagi jarak antara pos dan akses ke publik itu kadang terlalu dekat juga. Prinsip-prinsip ini harusnya diperbaiki, dan ini adalah keputusan yang harus diambil di level tertinggi, alias Komando atas.

2. Isolasi

Secara militer, KKSB alias kelompok yang bersenjata itu sudah ketahuan daerah operasinya. Daerah ini idealnya diisolasi. Tentunya tidak mudah karena kemampuan KKSB yang mampu tinggal dan sangat nyaman hidup di hutan-hutan di Papua dengan alamnya yang keras, yang berbanding terbalik dengan prajurit-prajurit yang bukan orang Papua, dan/atau tidak terlatih secara fisik maupun psikis untuk bertarung di alam seperti Papua.

Akan tetapi, kendala ini bisa diminimalisir dengan memperkuat ‘sigint’ alias signal intelijen dengan memonitor transmisi elektronik dari tokoh-tokoh KKSB dan proxi mereka. Dengan memperkuat sigint, maka isolasi yang dilakukan oleh pasukan darat itu bisa dilakukan secara cepat dan tepat sasaran. Tentunya hal ini membutuhkan perangkat pendukung yang mampu melakukan sweeping dan intersep komunikasi orang-orang yang dicari di KKSB.

3. Putuskan jalur finansial KKSB

KKSB mendapatkan senjata mereka rata-rata dari hasil rampasan saat terjadi kontak tembak. Akan tetapi mereka butuh duit buat membeli amunisi baik dari oknum yang nakal di dalam negeri, atau dari luar seperti dari Papua New Guinea (PNG).

Di sini dibutuhkan peran institusi intelijen untuk memonitor dan men-trace transaksi-transaksi yang dicurigai memberikan bantuan finansial kepada orang atau kelompok yang terlibat dengan KKSB.

Kalau 3 faktor di atas diperbaikin, maka operasi militer melawan KKSB itu bisa dilakukan dengan lebih tepat, dan menurunkan resiko korban jiwa dari aparat keamanan Indonesia.

Satu hal yang penting untuk diingat adalah bahwa saran di atas hanya untuk operasi militer melawan KKSB. Tentunya untuk melawan aksi separatisme yang dilakukan oleh OPM itu membutuhkan pendekatan lain selain pendekatan militer.

Salam,

#IndonesiaTanahAirBeta

“When it comes your time to die, be not like those whose hearts are filled with the fear of death, so that when their time comes they weep and pray for a little more time to live their lives over again in a different way. Sing your death song and die like a hero going home.”

Sumber : Status Facebook Alto Luger

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed