by

Memahami Perasaan Pemeluk Agama Lain

Seminggu setelah kedatangan, kami berafiliasi dengan gereja di kota itu, dan diperkenalkan dengan host family yang membantu kami beradaptasi. Mereka suami istri, seusia bapak-ibu saya, kelahiran Belanda, pernah tinggal di Indonesia semasa perang. Saya juga ‘diberi’ teman yang sekaligus jadi tutor bahasa Inggris, Ardith. Oh, bahasa Inggris saya sudah fasih saat itu. Sedari kecil saya dan mbakyu-adik diajar Bapak.

Konon, pelajar Islam yang belajar lama di negara-negara Barat akan pulang dengan beberapa kemungkinan perubahan watak, di antaranya cenderung fundamentalis atau menjadi humanis. Saya, merasa, cenderung pada yang kedua.

Ketika itu, kalau kecut hati akibat perlakukan tidak nyaman, saya berusaha keras fokus pada orang-orang Kanada, yang umumnya tidak serasis orang Amerika, yang sangat menyayangi kami dan kami ‘temukan’ di gereja. Oh, jangan salah. Mereka sama sekali tidak berkhotbah, tidak menarik-narik kami agar mengubah agama. Oh, jangan buruk sangka, saya percaya mereka tulus.

Salah satu obrolan dengan Ardith yang terpahat di hati saya adalah perkara agama saya, agamanya dan agama orang Irian Jaya (sekarang Papua). Tidak akan saya ceritakan di sini sebab itu perkara lain. Dia sangat tertarik dengan orang-orang Papua sehabis membaca artikel di sebuah majalah, dengan foto-foto dahsyat, tentang kesaksian seorang misionaris. Obrolan itu kami tutup dengan pertanyaan sekaligus kesepakatan:

“What if my way is THE RIGHT way, Endah?” kata Ardith menekankan kata ‘the right,’ merenung, menggenggam cangkir teh yang sudah dingin.

“Exactly. I have the same question, Ardith,” kata saya.

“So, let’s hold hands. And I can take you to my place if it is THE PLACE and vice versa,” katanya. Senyumnya lebih jernih dari melati yang baru mekar. Dia memang puitis, bahkan dalam perbincangan sehari-hari.

Dan…

Ketika selanjutnya saya jadi minoritas di berbagai negara, pertanyaan dan kesepakatan dengan Ardith itu menguatkan. Hingga kini, pertanyaan itu kerap muncul. Apakah itu lalu membuat saya jadi Islam peragu? Siapa yang berhak memukul palu kecuali Zat Maha Satu Maha Tahu?

Jadi, sampai kini, saya memutuskan untuk tetap berpegangan tangan dengan ardith-ardith lain. Mereka bisa tetangga, bisa teman kuliah, bisa teman kerja, bisa teman facebook pun.

Selamat merayakan Natal dan selamat menikmati liburan.

Sumber : Status Facebook Endah Raharjo

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed