by

Melawan Gerakan Radikalisme Di Kampus

GP adalah ‘anak’ HTI, apa itu HTI?

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Status Badan Hukum Hizbut Tahrir Indonesia dinyatakan tetap berlaku. Hal itu menyebabkan HTI secara administrasif sudah dibubarkan oleh pemerintah tertanda 7 mei 2017.

Organisasi yang nyata beberapa ‘penggedenya’ berafiliasi ke ISIS ini acapkali ‘menunggangi’ sejumlah demonstrasi, mereka mengkampanyekan tuntutan mendirikan negara Islam atau Khilafah. Sama persis seperti DI/TII yang inginkan negeri Islam, atau organisasi teroris seperti Jamaah Anshorut Daulah, Jamaah Islamiyah, ISIS dan lain sebagainya yang bertujuan sama.

HTI lahir dari sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Barat. Ia dibawa oleh dua orang pendakwah yang dibiayai dari London. Perlahan-lahan dakwah itu disampaikan, sampai saat ini hampir semua Perguruan Tinggi (terutama Negeri) terselip anak-anak ideologis Hizbut Tahrir.

Bagaimana Menangkal Ideologi Radikal di Kampus?

Brigjend Hamli selaku Direktur Pencegahan BNPT-RI pernah mengatakan bahwa radikalisme seperti HTI ini sudah masuk di area Perguruan Tinggi. Paling banyak ada di Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi dan Fakultas Teknik. Pihaknya bahkan pernah menyebutkan beberapa contoh kampus yang terapar radikalisme, namun tidak akan saya ulas disini.

Kampus adalah satu-satunya area yang sangat dilirik kaum radikal seperti HTI. Lebih lagi fakultas yang menekankan logika matematik seperti disebutkan Brigjend Hamli. Meski begitu, tidak dapat dipungkiri juga bahwa di fakultas lain organisasi seperti HTI ini ada, meski tak sebanyak di tiga fakultas tersebut.

Belakangan di Universitas Islam, para rektor mulai ‘bersih-bersih’ kampus dari ideologi radikal menyesatkan seperti HTI. Kampus HS salah satunya. Di UIN Syarif Hidayatullah terutama Fakultas Ushuluddin, saat PBAK kemarin mengusung tema “Moderasi Beragama”, beberapa tokoh dari fakultas seperti Gus Ahmad Nur Kholid, Dekan 3 Fakultas Ushuluddin Bapak Mediaa Zainul Bahri turut menyinggung terkait gerakan-gerakan menyimpang dari ajaran agama dan negara. Selain ‘bersih-bersih’ kampus, baiknya juga rutin mengadakan kegiatan yang mengusung narasi kontra faham radikalisme, agar mahasiswa makin paham bahaya laten bangsa Indonesia saat ini.

Apa yang dilakukan rektor IAIN Kendari sudah tepat. Kampus harus mulai tegas, peka dan memahami gerak-gerik organisasi di lingkupnya, agar kedepan tidak ada lagi kampus yang dicap radikal. HTI bersama konco dan anak-anaknya hanya perlu ditegasi, selama ini mereka hanya cari perhatian kesana kemari mecatut nama Islam. Namun sesungguhnya mereka sendiri tidak faham apa dan bagaimana itu Islam. Sebagaimana mereka bergabung dengan HTI, tapi tak paham apa dan siapa itu Hizbut Tahrir. Padahal di negerinya sendiri bahkan di puluhan negara, HT jelas ditolak karena kebrutalan dan keterkaitannya dengan jaringan ekstrimis teroris seperti ISIS. Lalu, kenapa di Indonesia ormas ini dibela mati-matian? Apa karena bawa-bawa nama Islam? Padahal para Ulama di Dunia jelas-jelas menentang gerakannya yang diklaim menyimpang dari ajaran beragama, lha kok di Indonesia malah dibela? Ente waras bung?

Kampus adalah sarana terbaik untuk menekankan dan meningkatkan moderasi dalam keagamaan. Maka mari bebaskan kampus-kampus kita dari ancaman radikalisme yang menyesatkan dan merugikan agama, bangsa dan negara Indonesia!

#Kampustolakradikalisme #KampusAntiUnderbowHTI #KamiIndonesia #KamiPancasila #KhilafahHTIbukanajaranIslam #ModerasiBeragama #IslamYesKhilafahNO

Sumber : Status Facebook Vinanda Febriani

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed