by

Melacak Jejak Berkembangnya HTI Di Indonesia

10 tahun itu lebih dari cukup untuk infiltrasi kampus-kampus besar, sehingga memastikan tidak bakalan kehabisan stok kader bahkan kalau misalnya 7 juta seniornya mendadak mamfus massal kena Rubella komplikasi ambeien.

SBY dulu sebenarnya sudah ada pada rel yang agak-agak benar, saat meneladani taktik Pantjing Djaring gubahan Ali Moertopo tahun 1971. Masalahnya, beliau mantjing doang, tidak ndjaring. Atau lebih tepatnya ndjaring tapi cuma dapat teri; sebangsa Imam Samudra atau Noerdin M. Top. Kakapnya lolos, karena saat pendjaringan pada taqiyyah menyamar jadi gitar.

Mungkin niat luhur beliau berharap HT dan IM bakal saling cakar dan mamfus dua-duanya; sebab memang mereka ini satu ghoyah beda washilah. HT senangnya merombak sistem dengan cara menghasut akar rumput untuk kudeta, sedangkan IM lebih doyan mengendarai sistem dengan menyusup pada ormas dan/atau parpol. 
Devide et impera memang tak pernah lekang dimakan sekolah, tapi sayangnya SBY lupa : walaupun rival, HT dan IM bisa sekonyong bersekutu saat dua-duanya dalam posisi kalah. Seperti yang terjadi sekarang : IM alias PKS kalah pemilu, HT dibubarkan. Maka tercipta kebutuhan untuk gabung jurus. HT butuh entitas, butuh kardus buat menampung dana; sedangkan PKS punya entitas tapi mubazir impoten kagak ada duitnya.
Maka rujuk. 
…dengan maskawinnya seperangkat alat hipnotis dan paku permen lollipop Limbat lengkap. Sah, sah, sah.

.Jadi begitulah. Lagi-lagi disuruh sabar. Dan memang harus sabar. Kalau mau instan, ngapain dulu kamu milih tukang kayu, bukan tukang sulap.

Kecuali kalau kamu mau sembelih iparmu sendiri; karena memang sudah sebegitu dekatnya mereka.

Sumber : Status Facebook Fritz Haryadi II

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed