by

Melacak Arus Radikalisasi Sekolah Kedinasan

Sekolah Kedinasan yang Rentan Disusupi Paham Radikal

Selain Akademi Militer dan Akademi Polisi, sekolah-sekolah kedinasan rentan disusupi paham-paham radikal. Di STPDN/IPDN pun sempat ada mahasiswa yang tergabung dengan kelompok radikal. Yang fenomenal adalah STAN. STAN sekolah kedinasan yang paling banyak mahasiswanya yang terpapar paham Ikhwanul Muslimin. Saking banyaknya, di kalangan aktivis gerakan Islam, STAN identik dengan Ikhwanul Muslimin. Memang ada yang ikut Hizbut Tahrir dan Salafi Wahabi, akan tetapi jumlahnya sangat sedikit.

Karena gerakan Islam transnasional menempeli STAN sejak awal pembukaan kembali pada tahun 1988 di kampus Bintaro, maka kaderisasi gerakan Ikhwanul Muslimin di STAN sudah sistematis dan sistemis yang melibatkan alumni, dosen dan staf kependidikan. Sama seperti yang terjadi di kampus-kampus negeri umum lainnya (UI, IPB, ITB, UGM, Unpad, dll). Jaringan alumni yang bekerja di berbagai instansi pemerintah dan swasta, menjadi donatur bagi kegiatan perekrutan di kampus.

Karakteristik gerakan Islam transnasional adalah gerakan pemikiran dan politik, maka sulit dibuktikan secara hukum. Sulit ditemukan bukti-bukti hukum keterlibatan alumni, dosen dan staf kependidikan pada kegiatan-kegiatan suatu gerakan Islam di kampus. Memang keahlian para aktivis gerakan Islam transnasional di antaranya, bagaimana bergerak menyebarkan paham tanpa meninggalkan bukti hukum.

Gerakan Islam transnasional memiliki sifat ekspansif. Cengkeraman gerakan Islam di sekolah-sekolah kedinasan berlanjut ke instansi-instansi tempat mereka mengabdi setelah lulus. Mereka menguasai kepengurusan masjid/mushala kantor, mengatur jadwal khatib dan pengajian. Mereka memegang lembaga amil zakat dan yayasan pendidikan di bawah naungan serikat pekerja. Mereka juga ikut mengatur acara-acara peringatan hari besar Islam yang diselenggarakan oleh instansinya.

Radikalisasi kantor-kantor pemerintah, BUMN dan swasta sekarang merupakan kelanjutan dari radikalisasi kampus-kampus sejak 30 dekade yang lalu. Radikalisasi tidak sepenuhnya berhasil. Rasio jumlah mahasiswa dan pegawai radikal dibandingkan dengan yang moderat, masih kecil.

Meskipun demikian, karena sifat mereka yang ekspansif dan gerakannya tanpa meninggalkan bukti hukum, membuat kita harus tetap waspada. Pemerintah harus menggunakan pendekatan intelijen, pemikiran dan politik dalam menanganinya. Pendekatan hukum dan adminstrasi-birokrasi saja, tidak cukup.

Sumber : Harakatuna.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed