Ketika Gus Hilmi Nailufar salah seorang santri mbah Arwani Kudus sowan mbah Maimun Zubair Sarang (Mbah Moen)
Beliau dhawuh/berpesan sebagai berikut:
Zaman akhir cah cilik apal Qur’an # waton apal koyo moco Koran
(Zaman akhir anak kecil hafal al-Qur’an # Hanya sekedar hafal seperti membaca koran)
Cah cilik sing apal mung koyo wayang # munggah panggung mlebu tv dadi hiburan
(Anak kecil yang hafal al-Qur’an hanya seperti wayang # Naik pentas masuk tv untuk hiburan)
Akeh sik moco Qur’an mung krono duit# waton moco tanpo makhroj tanpo tajwid
(Banyak yang membaca Al-Qur’an hanya karena uang # hanya memnaca tanpa makhraj dan tajwid)
Pondok dibangun mung kerono gengsi # megah mewah akeh santri tanpo isi
(Pondok pesantren dibangun hanya karena gengsi # Megah dan mewah banyak santri tapi tidak berisi)
Akeh sik moco Qur’an nanging yo linglung # persis koyo Asu rebutan Balung
(Banyak yang membaca al-Qur’an tapi linglung # Persis seperti anjing berebut tulang)
Ojo melu edan-edanan leee
(Jangan ikut gila-gilaan, anak-anak)
Manuto Gurumu ,mbah Arwani
(Ikutlah gurumu, mbah Arwani Kudus)
Dawuh ini senada dengan nasehat Gus Nidzom Sidoarjo dalam sya’ir tanpo waton:
Akeh kang apal Qur’an Hadist’e # seneng ngafirke marang liyane, kafire dewe gak digatekke
(Banyak yang hafal qur’an dan hadits # suka mengkafirkan orang lain, sehingga kafirnya dirinya tidak diperhatikan)
Perlu diketahui bahwa org yg mengkafirkan orang muslim, maka pernyataan itu kembali kepada dirinya.
Catatan admin:
Hanya orang yang punya dzauqun salim (haati yang bersih dan cerdas) yang paham dhawuh/nasehat mbah Moen ini
(Sumber: Sumber: Status Facebook Auf Portgas)
Comment