by

Masih Adakah Habib Rizieq yang Dulu?

Gus Dur Aswaja tulen. Pemilik darah biru paling biru di NU. Ajaran Aswaja bertentangan dan berbeda dengan Ahmadiyah. Gus Dur sama sekali bukan membela “kesesatan” ajaran Ahmadiyah. Sesesat-sesatnya seseorang, hak kemanusiaan tetap melekat pada dirinya. Hak-hak kemanusiaan itulah yang dibela Gus Dur.

Nasi sudah jadi bubur. Pelecehan HRS terhadap Gus Dur di khalayak umum sangat menyakiti hati umat Islam wabil khusus nahdliyin. Tetapi Itulah nahdliyin, selalu mendahulukan harmoni daripada chaos. Mengedepankan kebersamaan daripada kelompok. Memilih bersabar daripada meluapkan amarah murka. Walaupun hatinya luka. Jika tidak, apa sih susahnya untuk melawan HRS?!

Sejak Ahok naik jadi Gubernur DKI, HRS gusar. Baginya bumi Betawi, bumi yang didiami para Habaib tidak layak dipimpin oleh orang seperti Ahok. Usaha untuk menurunkan Ahok di tengah jalan dilakukan. Ditambah Ahok kurang bisa jaga mulut. Walaupun demikian Ahok sendiri masih pada aturan main yang wajar. Belum ada perbuatan Ahok yang bisa dijadikan alasan untuk melengserkannya secara konstitusional.

Susah kalau mau melengserkan Ahok di tengah jalan. Ada kesempatan di pemilihan Gubernur DKI 2017 untuk membebaskan DKI dari Ahok. HRS dan kolega-koleganya merancang sejumlah agenda untuk memenangkan Cagub Muslim. Bertepatan dengan itu, Ahok kepleset lidah. Memancing umat Islam untuk melakukan aksi. Aksi Bela Islam 3 yang terkenal dengan Aksi 212 jadi puncak. Kasus Ahok berujung vonis pidana karena telah menistakan agama.

Entah terkait atau tidak dengan kasus Ahok, yang pasti HRS tersandung masalah hukum. Masalah hukum kali ini murni “kesalahan” pribadi. Maksudnya bukan kesalahan anak buahnya. Bukan juga kasus Islam dan umatnya. Sekali lagi ini kasus pribadi. Kasus-kasus pribadi HRS menggantung penuh misteri. Belum tuntas diproses keburu HRS “umrah” ke Mekkah. Alhamdulillah sekarang sudah pulang.

Sangat disayangkan nyali HRS saat membela Islam, umat dan anak buahnya di FPI, menghilang ketika kasus-kasusnya akan diproses. Umat tidak melihat “aksi” bela diri HRS. Terlepas dari itu semua, ada preseden buruk ketika ulama melarikan diri dari masalah. Apapun alasannya tidak menghadapi proses hukum kurang elok.

Jika ulama adalah waratsatul anbiya. Lihatlah para anbiya ketika menghadapi masalah hukum. Semua dihadapi. Nabi Ibrahim as dipanggil raja Namrudz, datang. Nabi Ibrahim as diadili. Divonis hukum dilempar ke dalam api. Nabi Yusuf as juga menghadap raja ketika dituduh selingkuh dengan istri raja. Nabi Yusuf as divonis penjara. Demikian juga Nabi Isa as. Ketiga Nabi as ini dituduh dengan tuduhan hoax.

Namun mereka as berjiwa kesatria. Menjalani proses hukum tanpa ragu. Ulama sebagai waratsatul anbiya sudah seharusnya meneladani para Nabi as ketika tersangkut masalah hukum, terlepas tuduhannya benar atau fitnah.

Masih adakah HRS yang dulu?

Sumber : Status facebook Ayik Heriansyah

 
 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed