by

Masalah Bukan Masalah

Oleh ; Erizeli Jely  Bandaro

Ketika permintaan ekspor semakin sepi, teman di China memutuskan untuk menutup pabriknya. Itu yang saya tahu tahun lalu. Waktu ketemu dengan saya tiga hari lalu di Shenzhen , dia tidak nampak sedang bermuram sebagai pengusaha yang bangkrut. Apa pasal ? Ternyata dengan santai dia bilang ” waktu sedang booming dan sekarang bangkrut , gaya dan sikap hidup saya tidak berubah. Makan masih seperti biasa. Belum bisa makan kawat, tetap makan nasi. Istri masih satu. Kalau ngantuk tetap tidak bisa menghindar untuk tidak tidur. Rumah dari awal saya menikah sampai sekarang juga tidak berubah. Jadi, mengapa harus stress ?

Menurutnya , hidup itu biasa. Selalu pasang surut. Kadang naik, kadang jatuh . Yang jadi Masalah adalah apabila setiap perubahan hidup kita , sikap dan gaya hidup kita juga berubah. Nah ini baru masalah. Kejatuhan bisa menjadi neraka di dunia. Padahal siklus hidup adalah keniscayaan namun sikap hidup kita tidak boleh berubah karena keadaan. Itulah pentingnya menjaga spiritual kita tetap kokoh walau rezeki melimpah. Kita tatap kering di tengah hujan deras
Dan sejuk di tengah panas terik.

Dengan menyadari keadaan yang sedang surut , memaksa kita untuk melihat jalan lain dengan tenang tanpa ada rasa takut dan kawatir akan masa depan. Karena itulah dia tanpa rasa rendah kembali belajar tentang peluang yang mungkin bisa menggantikan usaha yang sedang turun. Dia kembali ke desa memanfaatkan AGRO industri. Menurutnya , produk konsumsi rekayasa Tekhnlogi seperti elektronik untuk memanjakan keinginan orang sudah tidak bisa lagi di harapkan. Karena krisis hutang membuat orang lebih focus memenuhi kebutuhan daripada keinginan. Dan produk pangan adalah kebutuhan yang tak bisa habis habisnya selagi manusia hidup.

” lihatlah di rak supermarket begitu banyak Produk pangan buatan luar negeri , yang sebetulnya bisa di buat oleh China. Selama ini kami abai dengan peluang ini karena lebih mengutamakan pasar luar negeri yang rakus. Sementara Pasar dalam negeri sangat besar untuk memenuhi kebutuhan pangan yang tak tergantikan oleh tekhnologi apapun.”

Dari pertemuan dengan teman itu saya sampai merenung bahwa kesulitan hidup yang di keluhkan oleh kebanyakan orang , sebetulnya lebih kepada sikap yang melihat kesulitan sebagai ancaman , bukan peluang. Dan itu karena budaya konsumtif akibat kelapangan rezeki yang di dapat sebelumnya membuatnya secara spiritual bangkrut. Karenanya andai di beri kelapangan , tetaplah rendah hati dengan makan di waktu lapar dan berhenti sebelum kenyang. Belilah sesuai kebutuhan , bukan keinginan. Sehingga masalah datang , bukan masalah. Tetap bersyukur.
Pahamkan sayang**

Sumber : facebook Erizeli Jely Bandaro

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed