by

Manipulasi Agama dalam Pilkada Jakarta

Akal-akalan kelompok  kepentingan?

Yang paling fenomenal tentu saja tindakan memanipulasi sejumlah ayat Al-Qur’an, khususnya yang populer dan heboh adalah Surat Al-Maidah Ayat 51 yang oleh sejumlah kalangan Muslim dianggap sebagai “larangan dari Tuhan untuk memilih pemimpin non-Muslim”.

Menariknya, yang “menghebohkan” ayat ini hanyalah sejumlah kelompok Islam di Jakarta (dan sekitarnya). Umat Islam di negara-negara lain, baik di Barat maupun di Timur, sama sekali tidak meributkan soal ayat ini. Bahkan di sejumlah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim seperti Libanon, Senegal, Palestina, Turki, dlsb, memiliki (atau pernah memiliki) kepala negara atau kepala daerah non-Muslim (misalnya Michel Aoun di Lebanon, Leopold Sedar Shenghor di Senegal, Vera Baboun di Palestina, dlsb.).

Kaum Muslim di berbagai belahan dunia tidak meributkan Surat Al-Maidah itu karena mereka tahu bahwa ayat itu tidak ada relevansinya dengan pemilihan kepala negara/kepala daerah di era kontemporer. Karena alasan ini pulalah mengapa para ulama dan ahli tafsir terkemuka, baik klasik maupun modern, termasuk para ulama Al-Azhar Mesir dan Indonesia sendiri, tidak mempermasalahkan tentang pemilihan kepala daerah non-Muslim karena menganggap sejarah, konteks, makna, dan definisi kata “auliya” dalam ayat itu tidak sama atau tidak relevan dengan masalah Pilkada.

Jadi, sekali lagi saya tegaskan, apa yang sebetulnya terjadi di Jakarta itu tidak lebih dan tidak kurang hanya merupakan akal-akalan belaka dari kelompok kepentingan tertentu atau tindakan manipulasi ayat untuk kepentingan politik praktis-pragmatis yang dilakukan oleh sekelompok orang yang sudah bernafsu ingin menguasai dan mengontrol Jakarta berserta aset-aset politik, ekonomi, bisnis, budaya, dan agamanya.

Pilih yang terbaik

Akhirul kalam, Pilkada adalah momen politik yang sangat penting karena memilih kepala daerah yang diharapkan mampu melayani masyarakat, memajukan pembangunan daerah, serta mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas. Oleh karena itu, memilih kepala daerah yang baik, jujur, tegas, bersih, dan berpengalaman adalah prasyarat yang tidak bisa dielakkan.

Silakan saja menyarankan umat Islam atau umat Kristen untuk memilih palon yang seagama tetapi hendaknya jangan diikuti dengan hujatan, pemaksaan, dan “teror teologis” yang tidak perlu. Tidak ada hubungannya antara surga-neraka dengan Pilkada. Tidak ada relevansinya antara memilih paslon tertentu dengan kualitas keimanan atau kekafiran seseorang.

Ingat, Jakarta adalah rumah bagi banyak umat agama, bukan hanya Muslim saja. Jakarta juga rumah bagi berbagai suku-bangsa, bukan hanya Betawi, Jawa, Arab, atau Cina saja. Ingat juga bahwa umat Islam, umat Kristen dan lainnya adalah “para tamu” di daerah yang kini bernama “Jakarta” itu. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bersama bagi seluruh “penghuni rumah” Jakarta untuk menjaga kedamaian, kesejahteraan, dan keharmonisan warga—apapun latar belakang agama, bahasa, dan etnik mereka.

Hanya orang-orang yang pikun sejarah, rabun wawasan, dan bernafsu terhadap kekuasaan saja yang hobi menggunakan, memainkan, dan memanipulasi isu-isu agama atau etnisitas untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Orang-orang model begini harus diwaspadai, diluruskan, dan “diruwat” mentalitas dan pikirannya agar kembali ke jalan yang benar sehingga Jakarta kelak tumbuh menjadi kawasan yang nyaman dan ramah buat siapa saja.

Sumber : dw.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed