by

Makna Panggilan Presiden terhadap Surya Paloh

Oleh: Saiful Huda Ems

Bukan bermaksud mendahului keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di beberapa kesempatan diskusi telah tersampaikan sebuah prediksi, bahwa reshuffle kabinet kemungkinan besar akan dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam waktu dekat.

Hal ini terjadi karena selain kepentingan negara yang sudah semakin mendesak untuk mengganti menteri-menterinya yang tidak cakap bekerja, serta adanya persoalan di lapangan dalam hal ini menyangkut tata kelola pertanian dan komunikasi informasi yang menimbulkan banyak masalah, juga soal penghianatan partai koalisi pemerintah, yakni Nasdem yang harus segera disikapi oleh Presiden Jokowi.

Kita semua sudah sangat mengerti, bahwa nyaris semua organ relawan pendukung Jokowi dibuat kesal dan marah dengan tak kunjungnya Nasdem mencabut seluruh perwakilannya di kabinet. Nasdem dalam hal ini Surya Paloh nampak tebal muka alias tak tahu diri, di mana ia sudah berkhianat dengan Presiden Jokowi dengan mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres 2024, ditambah lagi dengan rencana koalisinya Nasdem dengan partai-partai penentang Pemerintahan Jokowi, yakni PKS dan Partai Demokrat. Namun Surya Paloh masih bersikukuh untuk mempertahankan perwakilan partainya duduk di kabinet.

Pilihan Nasdem cuma dua: Tarik menterinya atau cabut dukungan ke Anies Baswedan!

Presiden Jokowi yang sangat peka dengan suasana batin para pendukungnya terlebih suasana batin rakyatnya ini, kemudian segera meresponsnya dengan memanggil Surya Paloh alias SP ke istana negara, Kamis 26 Januari. Tidak seperti yang diberitakan oleh semua media di tanah air yang disebutnya dengan panggilan mendadak, sesunggunya patut diyakini bahwa ini panggilan bukan mendadak melainkan sudah diagendakan sejak berminggu-minggu yang lalu oleh Presiden Jokowi.

Surya Paloh nampakanya harus diwarning oleh Presiden Jokowi, mau tetap mencalonkan Anies Baswedan atau segera dikeluarkan seluruh menteri perwakilan partainya dari kabinet. Sebab selain apa yang dilakukan oleh SP itu sebuah penghianatan, juga para menterinya dianggap tidak cakap bekerja.

Desas desus perbincangan di kalangan politisi dan relawan pendukung Jokowipun mulai semakin ramai kembali setelah dipanggilnya SP oleh Presiden Jokowi ke istana negara kemarin. Semuanya berkeyakinan bahwa reshuffle kabinet itu benar-benar akan terjadi.

Namun pertanyaannya, siapa yang pantas untuk menggantikan menteri-menteri yang akan direshuffle itu? Beberapa ketua-ketua umum relawan pendukung Jokowipun berdiskusi jarak jauh antara satu sama lain, untuk menentukan perwakilan relawan pendukung Jokowi mana atau siapa yang layak untuk kita orbitkan? Muncullah kemudian satu nama yang mengkrucut, yakni Haidar Alwi.

Nyaris tak ada satupun Ketua-Ketua Umum organ relawan pendukung Jokowi ini yang tidak mengenal Haidar Alwi. Beliau tokoh anti radikalisme, rasisme dan intoleransi yang sudah sangat berkeringat sejak pertamakali munculnya organ-organ relawan pendukung Jokowi. Dengan sabar dan telatennya, Haidar Alwi ini mengkoordinir ratusan organ-organ relawan itu dan tidak hanya mengarahkannya untuk memberikan kemenangan bagi Capres-Cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin kala itu, namun juga turut mendanainya secara habis-habisan! Itulah yang saya lihat dan dengar dari ketua-ketua umum organisasi relawan Jokowi.

Haidar Alwi selain berjasa besar menghimpun dan mendanai ratusan organ relawan Jokowi yang tergabung dalam Aliansi Relawan Jokowi atau ARJ, juga tercatat mendirikan suatu Presidium Adat Nusantara, serta menyatakan seluruh bangsa Indonesia harus mulai menguatkan jati dirinya melalui adat dan budaya. Dan semuanya itu dilakukannya untuk mewujudkan cita-citanya dalam memberantas radikalisme, rasisme dan intoleransi di seluruh Indonesia.

Maka sudah menjadi hal yang semestinya disadari oleh Presiden Jokowi, bahwa mempertimbangkan masuknya Haidar Alwi dalam kabinet adalah sesuatu yang sangat tepat, jika Presiden Jokowi tidak ingin kelak dikenang sebagai presiden yang seperti kacang lupa kulitnya, hingga kekuasaannya tidak berkah dan kualat nantinya.

Keringat-keringat para relawan pendukung Jokowi memang tidak wajib untuk diberi imbalan, sebab pada hakikatnya relawan bukanlah perpanjangan dari kalimat Rela Melawan, melainkan suatu perjuangan tulus ikhlas untuk mendukung seseorang yang dicintainya untuk menang dan sukses mewujudkan cita-cita bersamanya. Meski demikian mengapresiasi keringat-keringat perjuangan para relawan juga tidak kalah mulia dibanding meninggalkannya setelah tujuan atau cita-cita tercapai.

Bukankah ini salah satu lambang pemimpin yang terhormat, dan menghargai jasa para pendukung kemenangannya? Semuanya memang kembali pada diri Pak Presiden Jokowi, karena di tangannya kewenangan konstitusi itu berada. Namun inilah suara yang bisa kami sampaikan, dari Ketua Umum Organ Relawan Jokowi yang selalu setia mendukung dan tak pernah ingkar janji.

(Saiful Huda Ems)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed