by

Langkah-langkah Misterius Jokowi

Oleh : Beni  Guntarman

Kepercayaan publik pada kepemimpinan Presiden Jokowi kian meningkat bukannya tanpa alasan. Publik menilai bagaimana Jokowi membuat lawan-lawan merasa digjaya, seakan-akan mereka di atas angin, lalu akhirnya satu demi satu terjungkal.

Sejak awal kemunculan namanya sebagai calon presiden hingga akhirnya terpilih dan menjabat, lawan politiknya menyebut Jokowi politisi kelas kampung atau karbitan, orang ndeso aro iso opo opo, minim wawasan. Ada juga yang menyebutnya ‘tidak punya tampang presiden’, presiden boneka, dan terakhir dengan nada setengah putus asa ada yang menyebutnya ‘koppig’.

Semua penghinaan fisik dan mental itu tidak semuanya dijawab Jokowi dengan kata-kata. Namun akhirnya langkah-langkah kosong Jokowi yang tak terbaca oleh lawan-lawan politiknya mampu bekerja efektif dan menunjukkan hasilnya. Petral bubar, para politisi rente kalang kabut dan jungkir balik, dan Jokowi secara perlahan-lahan menelanjangi mereka dengan cara membuka mata publik bahwa naga-naga politik yang berlagak sok negarawan itu ternyata memakan lebih dahulu harta kekayaan negara lalu memberikan sisanya untuk rakyat.

Niat para politisi busuk ingin melumpuhkan KPK telah lama terendus oleh publik. Jokowi tahu bagaimana besarnya ekspetasi atau harapan publik kepada lembaga anti rasuah KPK. Belum pernah dalam sejarahnya di Indonesia ada lembaga yang mendapat pembelaan dari rakyat begitu besarnya. Ketika usulan hendak merevisi UU KPK disampaikan kepadanya secara tidak resmi, Jokowi hanya bilang “rakyat harus ditanya terlebih dahulu’. Saat ini usulan revisi UU KPK tengah berada di tangan DPR, apakah KPK nantinya akan betul-betul dilemahkan?

 Pemerintah dan DPR harus duduk bersama dalam membahas revisi UU KPK No.30/2002. Inisiatif pembahasannya diusulkan oleh 45 anggota DPR dari faksi-fraksi pendukung pemerintah. Revisi yang diusulkan mencakup 5 poin usulan perubahan, yaitu: pembentukan dewan pengawas KPK, kewenangan KPK dalam mengeluarakan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pengaturan penyadapan oleh KPK, kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik dan penyidik, dan menghapus kewenangan KPK menjalankan tugas utama kejaksaan yaitu, menuntut. Ada 4 poin yang berpotensi melemahkan KPK, dan hanya pada poin ‘kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik dan penyidik’ yang dapat diartikan sebagai ‘menguatkan KPK’.

 Kelebihan dan kekuatan KPK selama ini adalah: independen, tidak ada SP3 untuk kasus yang tengah ditanganinya, dapat melakukan penyadapan untuk menemukan bukti-bukti pelanggaran tanpa harus melapor terlebih dahulu kepada siapa pun, dan KPK menyatukan kewenangan dua lembaga ke dalam satu lembaga yakni, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Dalam menjerat para tersangka pelaku korupsi KPK membutuhkan minimal 2 alat bukti, dan alat bukti diperoleh dengan cara penyelidikan, penyidikan, dan penyadapan. Penyadapan merupakan cara-cara penyelidikan oleh KPK yang paling menakutkan bagi para koruptor. Ketika si pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK maka kasusnya dipastikan akan terus bergulir ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) karena tidak ada SP3.

Jadi siapa pun yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sudah pasti akan terpenjara, masalah seberapa berat vonis hukumannya tergantung pengadilian Tipikor. Hal yang begini yang paling ditakutkan oleh para politisi sekiranya jadi pesakitan di tangan KPK. Kenapa? Karena masa depan karir politiknya akan hancur gara-gara terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK atau ketahuan curangnya berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan oleh KPK.

 KPK merupakan mimpi buruk bagi para polisi busuk di Indonesia. Karena itu secara terang-terangan atau malu-malu kucing mereka menunjukkan nafsunya ingin melemahkan KPK. Dalam hal pelemahan KPK, pada prinsipnya semua fraksi setuju untuk membatasi kewenangan KPK. Meski ada fraksi yang berkoar-koar menentang revisi UU KPK maknanya tidak lebih sebagai pencitraan belaka. Setuju kah Presiden Jokowi dengan poin-poin revisi yang diusulkan DPR?

 Sikap apresiasi Jokowi terhadap KPK dapat terbaca dengan diangkatnya Johan Budi SP sebagai Staf Khusus Presiden dalam bidang komunikasi. Ketika Johan Budi disingkirkan oleh DPR dari daftar pimpinan KPK dan tidak ada unsur kejaksaan yang ikut terpilih sebagai pimpinan KPK maka itu strategi awal pelemahan KPK telah terbaca oleh ‘orang-orang baik’ di sekitar Jokowi. Pengangkatan Johan Budi sebagai Staf Khusus Presiden bukanlah sebuah langkah-langkah kosong yang tidak ada artinya. Melalui Johan Budi Presiden Jokowi menunjukkan itikadnya menciptakan pemerintahan yang bersih. Johan Budi bisa menjadi mata dan telinga bagi Jokowi dalam membaca gerak-gerik politisi korup.

Selagi lawan-lawan politiknya tetap mengira Jokowi sebagai bidak partai pengusungnya atau mereka mengira Jokowi sebagai raja yang terkekang oleh balas budi kepada perdana mentri, para perwira, dan bidak-bidaknya maka mereka akan tetap salah duga dengan langkah-langkah Jokowi. Suara-suara penolakan oleh publik terhadap usulan revisi UU KPK adalah pijakan utama bagi Jokowi dalam menentukan langkah-langkah yang akan diambilnya. Meski KMP cuma dijaga oleh Gerindra dan Partai Demokrat terlihat menggeliat unjuk gigi sendiri, bukan berarti percaturan politik telah berubah dan memihak sepenuhnya kepada Jokowi.

 Presiden Jokowi mengerti bahwa pengkhianatan di dunia politik adalah permainan yang kerap terjadi. Siapa pun dia, baik kawan atau pun lawan sewaktu-waktu dapat berkhianat. Jokowi bukanlah tipe seorang Julius Caesar yang begitu percaya kepada Brutus yang terkenal loyal. Politik selalu demi rakyat, namun tidak banyak politikus yang mampu menyimak dan mendengar dengan seksama suara hati rakyat.

Kata-kata Jokowi “ rakyat harus ditanya” ketika menanggapi usulan revisi UU KPK bisa jadi semacam tamparan bagi pengusul revisi UU KPK agar mendasarkan niatnya itu bagi sesuatu yang baik bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Jokowi tidak ingin terjebak hubungan balas budi dengan partai pengusungnya, namun ia juga tidak gampang tergoda dengan langkah-langkah genit PAN, PKS, dan Golkar. Selagi gendang (suara rakyat) masih bertalu-talu, maka sesiapa yang menari-nari akan memperlihatkan belangnya sendiri. Demokrat dan Gerindra telah kalah satu langkah dari Jokowi, dalam hal ini. Selanjutnya, kejutan seperti apa yang akan muncul dari balik langkah-langkah misterius Jokowi? Mungkin hanya ‘orang-orang baik’ di sekitar Jokowi yang tahu jawabnya. ******

Sumber : Kompasiana

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed