by

Kyai Nyentrik 3,5 M dan 7,5 M

Popularitas tak membuat Miftah bertingkah, khususnya soal honor. Dia mengaku tak mematok tarif ketika memenuhi undangan berceramah. Sebab, dia tak menganggap menjadi menjadi juru dakwah sebagai profesinya, tapi dia bertekad profesional melakoninya. Dengan begitu, dia tidak mau disebut sebagai orang yang mencari pendapatan dari dakwah.

“Karena tidak pernah memasang tarif, terkadang ada yang memberi banyak, tapi ada juga yang sedikit. Ada juga yang cukup memberi 3M (matur nuwun Mas Miftah) atau 7,5 M (pitulungan setengah mekso),” tutur Miftah diiringi derai tawa.

Kalaupun kemudian sekarang ini dia tampak berkecukupan, punya rumah dengan halaman luas serta membangun masjid dan pesantren dengan seratusan santri dan santriwati, Miftah menyebut hal itu sebagai berkah dakwah. “Itu semua bukan hasil dari dakwah, tapi berkah dari dakwah,” ujarnya.

Ia sengaja menampung para santri yang sebagian di antaranya anak-anak jalanan, punk, dan mantan preman sebagai bagian dari rasa syukurnya. Sebab, di masa lalu, ketika baru datang dari Lampung ke Yogya, Miftah mengaku menjalani kehidupan yang sangat sulit. Bahkan untuk membayar pondokan saja tak mampu sehingga dia terpaksa tinggal di masjid sebagai marbot.

“Saya dulu selalu berdoa, ya Allah, bila saat ini saya susah makan, maka atas izin-Mu esok lusa saya harus bisa memberi makan orang lain. Bila hari ini saya tak punya tempat tidur, maka kelak saya harus bisa memberi tempat tidur bagi orang lain. Alhamdulillah.”

Toh begitu, tak semua pihak senang dengan sepak terjangnya. Ada yang mencibir dan menjulukinya sebagai ‘Gus Telek’. Kenapa? Selengkapnya, tonton Blak-blakan Gus Miftah,

Sumber : detikcom.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed