by

Kupas Tuntas Metodologi Cuci Otak-Ghazwul Fikri

SENJATA UTAMA : JARGON
Kalau anda menyaksikan ikhwan atau kader Tarbiyah sangat piawai menciptakan jargon, tidak perlu heran. Penanaman jargon kepada otak kader secara terus menerus merupakan bagian yang tak terpisahkan. Hal ini sebenarnya lumrah saja dan dilakukan di berbagai organisasi,–termasuk partai politik. Perbedaannya, –dalam pola kaderisasi tarbiyah–, jargon diciptakan dengan meminjam ungkapan-ungkapan agama, sehingga ia menjadi suci lagi mensucikan.

Jargon semisal “nahnu du’at qabla kulli syai’ (kami adalah da’i-da’i sebelum adanya segala sesuatu), yang kemudian diamplifikasi dengan hadits “Sampaikan dariku walau 1 ayat”, membuat kader-kader ini memiliki militansi tinggi dalam menyampaikan “kebenaran”. Tentu saja, kebenaran menurut versi mereka sebagaimana diarahkan oleh murobbi (pembimbing) dalam setiap liqo.

SENJATA KEDUA : AFIRMASI KEPATUHAN
Senjata kedua ini berujud jargon “Sami’na wa atho’na (Kami dengar dan kami taat)”. Dengan terus menerus mematuhi perintah dari murobbi tanpa boleh berpikir, maka lama kelamaan muncul keyakinan bagi sang kader bahwa perintah apapun dari murobbinya, adalah perintah agama, perintah Tuhan. Sehingga wajib dikerjakan dan dipatuhi tanpa perlu dipikir.

Karena itu tidak heran, banyak tuduhan kepada ikhwan Tarbiyah (yang saat ini berevolusi menjadi PKS ataupun HTI[ormas terlarang], bahwa kaderisasi yang dilakukan tidak memberikan RUANG yang cukup bagi DAYA PIKIR kader. Yang terjadi kemudian, kader ataupun aktivis, melakukan atraksi kebodohan secara masif, apalagi dalam panggung media sosial yang relatif mudah digunakan dan disaksikan lebih banyak orang.

Di satu sisi, model kader militan (yang kebanyakan berusia muda ini), aktif melakukan share berita-berita dan boleh jadi menguntungkan posisi “politik”PKS/HTI/Tarbiyah. Namun disisi lain, publik yang lebih luas dapat melihat adanya ketidaksesuaian antara akhlak gerakan dakwah yang umum berlaku. Eskalasi ini kemudian bisa menimbulkan counter effect yang justru menghancurkan reputasi “partai” secara akut, bahkan daya rusak yang dasyhat bagi partai, dan Islam secara umum.

STUDI KASUS
Salah satu tesis yang dimasukkan dalam paradigma berpikir ala Ghazwul Fikr adalah terancamnya umat Islam dari serangan musuh-musuhnya, kemudian musuh tersebut didefinisikan sebagai kafir, liberal, komunis, syiah dst. Maka diciptakan hantu-hantu ghaib tersebut sambil memberikan kriteria-kriteria dan alat ukurnya.

Dengan melekatkan kriteria-kriteria tersebut pada lawan politik, serangan kemudian diarahkan secara masif, baik ikhwan tingkat atas, maupun tingkat warung kopi.

TARGET : Joko Widodo
PERIODE : 2012, 2014 – sekarang
JARGON :
1. Anti Islam
2. Anti Ulama
3. Tidak paham dan lemah syariat Islam
4. Komunis
5. Musyrik, dll

Ini akan selalu digoreng oleh kader-kader, baik yang bergerak di level resmi, maupun bawah tanah.

Screenshot ini saya ambil sebulan lalu, jauh sebelum kunjungan presiden ke Afghanistan. Isu pencitraan shalat Jokowi sudah mulai dimatangkan dan direspons kader dan simpatisan dengan berbagai cara.

Jadi kalau ada yang berpendapat bahwa ini adalah respons kader tarbiyah, jelas tidak tepat. Hal ini justu diinisiasi oleh mereka sendiri (dengan berbagai metode dan penyegaran melalui liqo’, dauroh, diklat, dst).

Jika anda masih ingat, hal serupa juga mereka jalankan saat Pilkada DKi 2012 dan Pemilu 2014. Arsip digitalnya sila tengok ke Google, termasuk statemen Fahri Hamzah saat itu, yang menyerang cara ihram Jokowi.

Tentu saja cara-cara seperti ini tak ada dalam ajaran Islam yang hakiki, kan?

(bersambung ke bagian 2)
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10157143442934447&id=685014446

======

Referensi :
– Pengantar Memahami al-Ghazwul Fikri, Abu Ridha.

– Fahri Hamzah sebut Jokowi salah pakai ihram, Umroh hanya pencitraan https://m.merdeka.com/…/fahri-sebut-jokowi-salah-pakai-kain…

– Jargon “نحن دعاة قبل كل شيء” (Nahnu du’at qabla kulli syai’ dinisbahkan kepada Syaikh Umar Tilmisani, Mursyid ke-3 Ikhwanul Muslimin (IM), Mesir. IM adalah role model bagi gerakan tarbiyah di Indonesia.

Sumber : facebook Jody Ananda

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed