by

Korona Merebak Ibadah Malang Kadak

Ahli masjid, pejama’ah aktif tidak akan terkena wabah. Ketiga, memang Rasulullah SAW dan Umar R.A. menghindari wabah, tapi kala itu jum’ahan dan berjama’ah jalan terus. Keempat, hukum dasar berobat adalah mubah (al-ashl fi al-tadawi al-ibahah). Segudang contoh orang-orang shalih yang tidak mau berobat. Memilih tidak jum’ahan, tidak berjama’ah memang benar, tapi nampak kurang percaya terhadap jaminan perlindungan keamaan yang diberikan Nabi Muhammad SAW. Kurang punya ghirah terhadap pahala-pahala yang diguyurkan Tuhan di dalam masjid.

Ada pahala berlipat-lipat, ada rahmat dan ada keberkahan. Sebaliknya, memilih jum’ahan dan sok “lillahi ta’ala” juga tidak benar. Karena Tuhan mengajari kita agar menjaga diri. (Tanpa ikhtiyar, hanya pasrah, namanya TAWAAKAL. Ada alif setelah waw. Sedangkan Ikhtiar dulu, baru pasrah, namanya TAWAKKAL. Huruf waw ditasydid).

Rasanya, di negeri ini lebih maslahah masjid-masjid tetap ramai dengan shalat jama’ah dan jum’ah, tadarus dan munajah dengan tetap usaha sesuai protokol pemerintah. Semua masjid, mushalla disemprot anti virus, disediakan sanitasi bersih, cairan anti septic di pintu, membawa sajadah sendiri-sendiri, shaff sedikit renggang tanpa jabat tangan usai shalat.

Jangan samakan antara masjid dengan tempat umum. Masjid adalah tempat ibadah, tempat suci yang hanya dihadiri oleh orang-orang yang sudah bersuci lebih dahulu sebelum masuk masjid. Tempat berkomunikasi intensif dengan Tuhan yang menurunkan korona. Justeru dengan pendekatan dan lobi di tempat ini Tuhan lebih respon dan welas asih.  Tidak sama dengan tempat lain.

Sumber : Status Facebook Ahmad Mustain Syafii

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed