by

Koh Ahok, Gusti Allah Boten Sare

Saya mau mengabarkan sementara ini, bahwa orang orang yang pernah mendzalimi Koh Ahok, selama ini, tumbang satu per satu. Mereka sudah dan sedang ‘Ngunduh Wohing Pakarti’

Saya masih ingat kata penutup di pengadilan Ko Ahok saat menyampaikan pleidoi sebanyak enam lembar, yang disusun sendiri yang berjudul “Tetap Melayani Walau Difitnah” .

“Percayalah sebagai penutup, kalau Anda mendzalimi saya, yang Anda lawan adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Esa. Saya akan buktikan, satu persatu dipermalukan. Terima kasih…”

Begitulah yang kemudian terjadi, Ko Ahok. Satu per satu yang membenci dan antipati pada Ko Ahok dipermalukan, jatuh, terpuruk, menjilat ludah sendiri. Dan menanggung aib sekaligus sakit di badan yang nyaris tak tertahankan

Oh, ya. Masih ingat sama manusia yang mengedit video dan membuat heboh, pangkal awal sebutan “penista agama” itu? Sekarang sedang ketar ketir, jantungan. Bak pepatah, makan tak enak, tidur tak nyenyak – karena sudah mendapatkan vonis berkekuatan tetap, musti masuk bui. Kram otak dia. Mengakui sudah tak bisa menjadi dosen lagi, tak laku ‘ngamen’, merengek-rengek kepada hakim yang mengadilinya, kini hidupnya tak tenang.

Lulusan universitas Amerika, merasai kuliah di Washington DC tapi tangannya ‘kriting’ dan ngetop sak Indonesia sebagai tukang edit video dan tukang plintir. Kena dia sekarang!

Koh Ahok tentu masih ingat juga ya, gubernur ganteng provinsi seberang yang berpenampilan agamis itu ? Dalam video yang beredar di media sosial, dia ikut dalam barisan pemrotes di jalanan, dan orasi dengan gagah, lengkap dengan ikat kepalanya, seperti sedang suting sinetron, mengecam Koh Ahok sang penista agama. Kini meringkuk di bui – kena ‘gep’ KPK.

Di Pengadilan Tipikor, dia merengek rengek pada hakim agar asetnya yang puluhan miliar tidak disita, setelah terbukti dia mencuri duit negara. Di panggng orasi, dia teriak teriak bela agama, menuding orang lain penista, belakangan dia sendiri terbukti mencuri duit negara!

Menjadi penghuni ruang tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hal yang tak pernah terbayangkan olehnya. Sebab selama ini termanjakan oleh ayahnya yang gubernur, meniti karir sebagai bintang snetron, dan sukses jadi gubrnur juga, mengikuti jejak orangtuanya. “Dan saat menghadapi kenyataan itu, pikiran saya langsung tertuju pada keluarga saya, istri saya, anak-anak saya, dan juga orangtua saya yang sangat saya sayangi,” tuturnya, sembari menangis. Syukurin!

‘Ngunduh wohing pakarti’, Ko Ahok. Dia ‘ngunduh wohing pakarti’. Hukum tabur tuai berlaku.

Oh, ya, tentulah Ko Ahok masih ingat sama aktifis perempuan yang sebelumnya menuding, Ko Ahok telah membeli aparat ya? “Ahok bisa beli apa saja. Dia sudah beli tentara, dia beli kepolisian, dia beli KPK,” katanya garang, dalam diskusi ‘Jakarta Tanpa Ahok’, Maret 2016 lalu. Kini dia terpuruk juga di ruang tahanan Polda Metro Jaya, babak belur akibat hoaks yang dibuatnya sendiri.

Kini dia sudah kehilangan kehormatan, tak punya integritas lagi, baik sebagai aktifis, politisi, seniman, bahkan sebagai manusia. Dia menipu publik terang terangan. Dan mempermalukan diri sendiri. Tamatlah riwayatnya.

Dan orang orang yang disebut sebagai ulama, pemimpin umat, yang turut menjerumuskan Koh Ahok, dengan menggunakan dalil dalil agama itu, kini terkapar satu per satu. Ada yang menjilat ludah – kini menyebut Ahok bukan musuh. “…kami tidak pernah menganggap dia musuh, “ katanya, tanpa menunjukkan ekspresi rasa malu hati.

Tokoh sangar yang sering disebut sang imam besar – yang dulu dengan gagah meminta agar Koh Ahok dicekal, agar tidak lari, ternyata malah kabur ke negeri jauh – negeri pengasingan – dan kesulitan untuk balik lagi. Menaggung tudingan skandal seks pula. Memalukan!

Sudah bermacam cara dilakukan, dan segenap alasan, dia mengancam, meratap ratap di pelarian, agar bisa balik ke tanah air, tapi sejauh ini gagal. Dia makin jauh dari panggung yang selama ini membuatnya jumawa.

Ada juga ulama yang dulu bersemangat mendemo Ko Ahok, mengerahkan puluhan bus dan ribuan jamaahnya, agar Ahok turun dari jabatan, kini sedang sekarat – didera penyakit yang nyaris tak tersembuhkan. Sangat menyakitkan, kata orang orang yang pernah merasakannya.

Naudzubillah min dzalik.

“Gusti Allah Mboten Sare”, Ko Ahok. Tuhan Maha Adil.

KITA beda agama, ya, beda ras juga. Beda latar belakang budaya, adat istiadat, daerah dan wilayah yang membesarkan, ya. Tapi Tuhan kita satu, Koh Ahok. Tuhan kita adalah Tuhan Yang Maha Esa. Sama sama percaya Gusti Allah. Dan kita sama sama mencintai negeri ini.

“Becik ketitik olo ketoro” : Kebaikan tertanda, keburukan terlihat. “Sing sabar luhur wekasane”. Mereka yang sabar (menerima ujian), akan mulia pada akhirnya

Oh, ya. Mengenai gubernur yang menggantikan Ko Ahok di DKI Jakarta, sungguh menyedihkan. APBD Rp80 triliun per tahun itu nyaris tak berbentuk dalam wujud nyata di ibukota, kecuali jaring hitam menutupi sungai dan jembatan yang bikin Tanah Abang makin semrawut. Dana APBD dihabiskan entah untuk apa – bahkan sisa Rp. 8 triliun, karena minim program dan tak memenuhi target.

Yang tak kurang memalukan dia menghidupkan kembali becak di ibukota, yang oleh semua gubernur DKI Jakarta sebelumya dianggap sudah “tutup buku” . Sok populis tapi ngawur.

Bandingkan dengan koh Ahok yang membuat kali kali Jakarta menjadi bersih. PPSU pasukan oranye giat bekerja, siang dan malam. Maling maling APBD gerah. Membuat bendungan di Kampung Melayu, sehingga warga yang kebanjiran sudah jauh berkurang, taman di Pluit yang indah, juga Kalijodo, underpass Mampang Kuningan, jembatan dan terowogan yang berwarna warni, dan lainnya.

Tak bisa dilupakan, bikin lingkar Simpang Susun Semanggi tanpa mengutik utik APBD. Top! Legend. Warisan monumental !

SAYA masih ingat ketika kita ngobrol di Balaikota, ketika Ko Ahok memamerkan iPhone yang dipakai untuk mengontrol Jakarta, lalu menjelaskan beda gaya kepemimpinan antara Gubernur Jokowi dan dirinya.

“Pak Jokowi tiap hari blusukan, langsung ke lapangan, saya sekali sekali saja. Selanjutnya saya tinggal cek dari sini, “ katanya riang. “Lihat nih, saya bisa lihat kali Manggarai sudah dibersihkan apa belum. Saya bisa lihat kali di samping Istiqlal ada sampahnya atau nggak, “ paparnya.

Saya nonton film ‘A Man Called Ahok’. Pasti Anda sudah tahu bahwa film itu ‘box office’ dan kini ada kelanjutannya. Saya masih membawa pesan utama film itu, sebagai mana yang disampaikan Pak Kim Nam, papa Koh Ahok: “Jangan berhenti mencintai negeri ini!”

Saya ingin menyampaikan pesan itu untuk saya sendiri, buat Ko Ahok dan kita semua: “Jangan pernah berhenti mencintai negeri ini”. ***

 

(Sumber: Facebook Dimas S)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed