by

Ketika Tuhan Menakar Kadar Ikhlas

Oleh : Denny Siregar

“Handphone-ku hilang !”

Serentak aku meraba2 seluruh saku dan tas untuk mencari handphone kesayangan itu. Handphone itu sangat berharga, selain data2 di dalam, juga harganya lumayan. Duh, dimana ya ? Keringat dingin keluar.

Aha ! Aku ingat. Tadi pas beli rokok itu handphone kupegang karena terima telepon. Dan kuingat lagi handphone itu kuletakkan di dekat kasir waktu mau ambil dompet dan membayar.

Dengan gagah aku melangkah menuju minimarket di mall itu. Minimarket itu terletak di sudut mall yg kurang dilewati pengunjung, makanya selalu terlihat sepi. Dan aku melihat wajah yg sangat kukenal, wajah seorang wanita kasir tempat aku tadi membeli rokok.

“Mba, lihat handphone saya kan ? Tadi saya letakkan disini..” Sambil menunjuk samping mesin kasir dengan senyum yang sumringah. “Dia pasti menyimpan handphone-ku.. ” Pikirku.

“Wah, maaf saya ga lihat pak..” Jawabnya.

Jawaban yang sangat mengagetkan. Bagaimana bisa ? Setahuku baru beberapa menit tadi aku disini dan tampak belum ada pembeli lain, tapi kenapa dia tidak melihat ? Pikiranku bergolak dan menuduhnya.

“Masa ga liat sih, mba ? Baru berapa menit saya tinggalin hp disini. Pasti mba lihat..” Si kasir itu pun berdiri dengan wajah bingung ( atau di bingung2kan ) melihat sekeliling. “Gada pak, saya ga lihat dari tadi disini…”

Ketika dia berdiri itu, baru kulihat bahwa perutnya besar. Ternyata kasir itu sedang hamil tua. Kutatap matanya, dia menunduk tidak melihat balik ke mataku. Aku tahu dia bohong.

Pelan2 senyumku mengembang. “Iya, mungkin saya lupa.. Coba saya cari di tempat lain. Makasih ya mba…” Dia mengangguk.

Kutinggalkan tempat itu sambil berdoa, “Tuhan, mungkin dia sangat butuh.. Jika memang handphoneku di dia, semoga bisa membantu..”

Itulah pelajaran ikhlas-ku yang pertama. Ketika aku menyingkirkan kepemilikan atas satu benda, yang sangat berharga, tanpa sedikitpun merasa kehilangan. Malah menyenangkan.

Disitulah aku merasakan kebahagiaan yang berbeda. Jauh lebih nikmat dari segala yang kumiliki di dunia. Baru kusadari, terkadang Tuhan mempunyai cara-Nya tersendiri untuk membuat seseorang bahagia, hal yang kucari2 selama ini…”

Aku tersenyum mendengarkan temanku bercerita, sambil minum kopi berdua. Yang kutahu, ia sekarang banyak menjadi donatur di beberapa tempat. Bukan dia yang ngomong, tapi bawahannya.

Belajar ikhlas adalah persiapan menuju level selanjutnya, sampai Tuhan mencabut titik terlemah kita, berhala kita, yang kita anggap paling berharga entah itu harta, keluarga maupun jiwa. Itu resiko memang ketika kita berkata. “Aku mencintai Tuhan..” Dan Tuhan ingin menguji kadar kecintaan kita.

Sruputt dulu.. Nikmatnya..**(ak)

Sumber tulisan : Facebook Denny Siregar

Sumber foto :perkarahati.wordpress.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed