Oleh : Vinanda Febriani
A Little Christmas Story: ex-Napiter Kunjungan Ke Gereja, Sowan, Hingga Jabat Tangan Romo
Seperti biasanya, saat tiba momen perayaan Natal hati saya pasti degdegan. Bukan karena khawatir iman saya tertukar, tapi khawatir ada tragedi-tragedi yang mencederai kemanusiaan. Barangkali begitu juga yang dirasakan oleh Mba Fabiola Stella, Ketua Dewan Pengawas Yayasan Pelita Harapan Bangsa (YPHB), saya juga yakin perasaan yang sama bahkan lebih dalam lagi dirasakan oleh para jemaat gereja di seluruh daerah di Indonesia.
Perasaan itu dilatarbelakangi oleh banyaknya kejadian pengeboman gereja di momen-momen natal, sehingga menjadi momok bagi setiap perayaan natal. Meskipun sudah dibekali pengamanan ketat, tetap saja ada celah untuk para teroris beraksi. Sebab bukan hanya gereja, polisi pun kerap jadi sasaran bom mereka.
Tapi Natal tahun ini rupanya berbeda, ada hal istimewa di tengah-tengah kita.
Hangatnya suasana kebhinekaan di Indonesia hadir pada saat perayaan Natal. Banyak kunjungan lintas agama ke gereja-gereja pada saat misa, termasuk kunjungan mahasiswa muslim dari UIN Jakarta di Katedral Jakarta.
Yang bikin unik bagi saya bukanlah itu, tapi kejadian di Solo. BS, ex-napiter kasus bom pos Polisi Gladak tahun 2012, mendadak berinisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam pengamanan Gereja. Hal itu ia sampaikan kepada Mbak Stella, selaku mitra dan support system dia beberapa saat setelah BS bebas dari Pusderad BNPT – Sentul.
“Ibuk, bentar lagi kan Natal, saya mau ikut partisipasi dong. Bantu-bantu di pengamanan gereja boleh, bantu logistik, atau jadi apapun boleh. Kalau saya harus duduk di dalam gereja sepanjang misa pun gak apa-apa. Lalu sekalian mau ketemu romonya yg mimpin misa,” kata dia.
Kalau saya menempatkan diri sebagai mbak Stella kala itu, jelas saya speechless. Antara bingung, bangga, khawatir, semua bercampur jadi satu. Mengingat kasus BS yang begitu rumit, dan kejadian 3 minggu sebelumnya yang mencengangkan publik (bom oleh ex-napiter di Polsek Astana Anyar Bandung).
Tapi jika itu inisiatif dari hati, kenapa kita enggan menjembatani? Tentu, dengan ragam kesepakatan dan protokol pengamanan.
Tapi perlu digarisbawahi bahwa BS sudah mengikuti berbagai program deradikalisasi. Ia juga telah tandatangan kesepakatan terhadap NKRI. Kedengarannya bagi kita itu mudah. Tapi sulit sekali bagi para napiter, sebab oleh napiter lain dia akan dianggap pengkhianat, murtad, antek thogut, dll. Itulah yang kerap menggoyahkan para napiter untuk tandatangan NKRI. Tapi BS berhasil melewati semua itu dan menjadi pribadi yang bertahan dengan komitmen NKRI.
Singkat cerita pada hari perayaan Natal, ia bertugas mengamankan Misa di Gereja bersama para personel gabungan TNI-POLRI. Ia juga masuk ke Gereja, berinteraksi dengan Jemaat Gereja, berjumpa dengan Romo Aloysius Loe Fut Khin MSF untuk ngobrol dan jabat tangan.
Romo sangat menerima kehadiran BS dengan penuh kasih sayang, kelembutan, dan tentu saja pengampunan.
Bahkan saat pertama ditanya oleh seorang anggota Polres, apa boleh diijinkan jika ada ex-teroris berpartisipasi dalam Misa Natal di parokinya?
Secara tegas Romo Aloysius Loe Fut Khin, MSF, menjawab, “Jika seorang teroris mau bertobat, kita harus percaya dan menerima”.
Dari Romo dan BS akhirnya kita belajar, pertobatan, kasih, dan pengampunan itu lahir dari hati. Tak bisa dipaksa apalagi direkayasa. Saya membayangkan jika BS punya inisiatif itu namun tak ada Gereja yang mau menerima kehadirannya atau tak ada pengampunan bagi BS. Apa yang akan terjadi?
Momen sederhana seperti inilah yang patut kita syukuri.
Mungkin saat ini BS, siapa sangka tahun depan makin banyak ex-napiter yang dengan penuh kesadaran diri dan pertaubatan teologis serta sosial, berkunjung ke Gereja tempatnya melakukan dosa berdalih agama, dan dengan tulus serta rendah hati menohon maaf kepada Romo beserta jemaat seraya menyambung kembali tali persaudaraan yang dulu sempat ia putus. Siapa tahu dengan itu, cita-cita Indonesia harmoni makin nyata untuk kita capai bersama, bukan sekadar retorika atau janji-janji politik belaka.
Inilah secuil kisah natal dari Solo yang menjadi pelajaran hikmah bagi kita. Pengampunan Tuhan itu ada dan nyata. Kalau Tuhan saja Maha Pengampun, kenapa manusia tidak?
Selamat Tahun Baru
Sumber : Status Facebook Vinanda Febriani.
Comment