by

Ketika Pilot Pun Radikal

 

Baru pada bulan Mei tahun 2018, para ahli menyimpulkan bahwa hilangnya pesawat MH370 kuat dugaan karena pilotnya bunuh diri, bukan karena pesawat rusak.

Data2 menunjukkan bahwa pesawat itu terbang lebih dari 185 kilometer dari jalur yang seharusnya.

Dan kesimpulan para ahli, aksi bunuh diri ini direncanakan dengan cermat dan dalam waktu lama.

Berita ini tentu mengagetkan sekaligus mengerikan, terutama untuk mereka yang sering bepergian dengan pesawat. Bahwa sangat mungkin psikologis pilot bisa menjadi ancaman bagi terbunuhnya ratusan penumpang yang tidak berdosa.

Dan baru-baru ini kita mendapat berita yang lebih menyeramkan. Seorang pilot pesawat Gar**a, ternyata bersimpati pada terorisme yang baru saja terjadi di negeri kita. Ia – dalam status di media sosialnya – membenarkan tudingan bahwa dibalik bom Surabaya ada rekayasa dari kepolisian.

Gar**a pun langsung menonaktifkan pilot tersebut ketika netizen ramai memberitakannya. Dan tidak lama kemudian, terbongkar lagi bahwa seorang pilot Gar**a – dari jejak digitalnya – mengunggah status, “Rezim Panik. Buatlah sesuka hatimu, niscaya suatu saat kalian akan binasa..”

Ancaman ini bukan main-main. Kalau kalian sedang berada dibandara, lihatlah pengumuman besar, “Siapapun yang bercanda ada bom dipesawat, maka ia tidak akan diterbangkan.” Ini menunjukkan pihak bandara tidak main-main dalam segala bentuk ancaman karena membahayakan jiwa banyak penumpang. Jadi, sepatutnya status si pilot tadi – yang juga pendukung HTI – juga bisa dijadikan bahan penyelidikan karena sudah meresahkan.

Peristiwa Mako Brimob dan bom di Surabaya jelas ada keterkaitan, minimal sebagai pemicu. Dikhawatirkan, “jiwa-jiwa” ingin ikut berjihad juga sudah tertanam di dada para pilot yang ingin ketemu bidadari secepatnya dengan membawa korban ratusan penumpang sebagai persembahannya.

Karena itu, sudah selayaknya Maskapai Penerbangan mulai kembali melakukan test psikologi kepada para pilotnya. Termasuk menyelidiki jejak digital mereka, orang ini kecenderungannya kemana. Karena Maskapai Penerbangan harus bertanggung jawab terhadap nyawa ratusan penumpang yang ingin selamat sampai di tujuan.

Maskapai penerbangan juga harus memberi jaminan bahwa pilot mereka tidak terkena virus radikal dan mencintai NKRI sepenuh hati, terutama untuk Maskapai Penerbangan milik negeri.

Melihat status-status pilot pesawat Gar**a, saya kok – sebagai seseorang yang suka berpergian dengan pesawat – menjadi miris. Ia sama sekali tidak memberikan ketenangan.

Meski nyawa ada di tangan Tuhan, setidaknya bolehlah saya waspada untuk sementara menghindari maskapai ini sampai ada pemberitahuan bahwa mereka sudah melakukan tes psikologi ulang pada seluruh pilotnya.

Biasanya sebelum naik pesawat, saya berdoa.

Kali ini rasanya doa harus ditambah lebih banyak lagi, “Ya Tuhan, sudah banyak bidadari di dalam pesawat ini, tolong jangan biarkan si pilot mikir bidadari yang ada di luar pesawat nanti..”

Secangkir kopi rasanya kali ini pahit sekali..

Denny Siregar
www.baboo.id

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed