by

Ketika Eggi Sudjana Tak Mendapat Hadiah Sepeda

 

“Sebutkan, enam saja agama yang ada di Indonesia,” berkata Jokowi setelah Eggi Sudjana sepanggung dengan presiden.

Eggi Sudjana pun dengan tangkas menjawab pertanyaan super-mudah itu, “Islam, Kristen Protestan, Buddha, Katholik, Khong Hu Cu, Hindu,….”

Anak-anak kecil, yang melihat adegan itu bertepuk tangan. Kenapa? Karena kalau bertepuk kaki tidak mudah. Ada seorang anak kecil, saking girangnya, meloncat tinggi dan mencoba bertepuk kaki. Akibatnya fatal. Pantatnya kena gravitasi bumi, dan mentok ke sebuah batu. Pantatnya doang? Badan atau dan organ tubuh lainnya tidak? Tentu saja, semua organ tubuh anak itu terkena daya tarik bumi. Kata Einstein, hanya cinta yang tak mengenal hukum gravitasi.

Karena cinta itu memang minderan, kuper. Relasinya terbatas. Tak punya komunitas. Hingga wajar saja jika hukum gravitasi pun tak dikenal. Tapi, mungkin juga hukum gravitasi agak a-sosial, tak pernah gaul, dolan nunut ngopi ke rumah tetangga. Gaul dikit, nape! Tapi jangankan cinta, mahasiswa fakultas hukum yang S2 dan S3 pun, belum tentu kenal hukum gravitasi. Apalagi hukum boyle. Paling-paling hukum rimba. Atau setidaknya, setelah tingkat religiusitasnya naik, hukum karma disebut-sebut pula, sambil ngedumel Gusti Allah mboten sare, seperti kata Ahok.

Usai menjawab pertanyaan presiden, Eggi Sudjana celingak-celinguk. Kok Jokowi cuma cengengesan, tak segera memerintahkannya untuk mengambil sepeda? Jokowi malah ngomong, “Satu pertanyaan lagi. Setengah penuh = setengah kosong. Apakah penuh sama dengan kosong? Kalau misalnya sama, kenapa dibedakan?”

Anak-anak kecil yang menonton hal itu, bersorak-sorai heboh. Di antara mereka, terlihat Fahri dan Fadli, ikut bersorak. Keduanya anak-anak? Tentu bukan. Karena dua nama yang kita maksud itu adalah pembuat film dokumenter. Tinggal di daerah Cililitan, dekat warung parfum milik Rizieq Shihab, yang sudah beberapa bulan tutup, entah kenapa.

Pertanyaan: Mengapa Eggi Sudjana tak bisa menjawab petanyaan kedua? Yang tahu mohon memberi tahu, bukan memberi tempe. Karena jika tempe, kalimatnya kita ubah begini; Yang tempe mohon memberi tahu! Itu absurd ‘kan? Cuma punya tempe, kok disuruh memberi tahu. Huh, nyesel deh mbacanya!

 

(Sumber: Facebook Sunardian W)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed