by

Kapan Saatnya Menyerang?

 

Cara berkilahnya adalah: kita jangan seperti mereka. Namun lalu apa yang ditawarkan? Rasanya belum ada. Semoga penglihatan saya salah.

Terutama di Banten dan Jawa Barat, perang darat dan udara sudah terjadi. Serangan negatif terhadap figur Jokowi dan Ma’ruf Amin dilakukan tiap hari. Grup WA warga dibombardir berbagai berita hoaks tanpa henti.

Pada saat yang sama, sebagian besar caleg dari partai-partai pengusung asik bermain sendiri. Yang dipikirkan adalah bagaimana agar mereka bisa duduk di parlemen, bukan kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Di daerah Priangan, beberapa caleg bahkan mengaku di depan umum akan memilih Prabowo-Sandi.

Ketika ada momen yang sebenarnya bisa diolah pun, seperti dansa-dansi Prabowo di Natalan kemarin, tim kampanya nasional malah meminta publik mengehentikan kontroversi itu. Terdengar mulia sih, tapi buat apa? Padahal yang dilakukan para cebong bukan mempersoalkan keikutsertaan Prabowo di acara itu, melainkan mempertanyakan hipokrisi alias kemunafikan para kampret. Mereka mengkafir-kafirkan Ma’ruf Amin gara-gara mengucapkan selamat natal, tetapi bungkam ketika jungjunannya justru ikut merayakan.

Sementara itu, memang beberapa teman PSI bagus-bagus, tapi kegenitan. Di tengah perang urat syaraf yang sudah tidak masuk akal, mereka mewacanakan larangan poligami dan perda syariat. Saya setuju dengan gagasan mereka, tapi ingat kita mau menghadapi pemilu, bukan seminar. Lagi-lagi di Banten dan Jawa Barat, isu ini digoreng habis-habisan.

Masih banyak gregetan lain yang ingin saya sampaikan, tetapi poinnya adalah: kapan saatnya menyerang? Seperti dalam sepokbola, cara bertahan terbaik adalah menyerang. Tidak harus menyebarkan kebohongan, cukup menunjukkan bukti bahwa Prabowo-Sandi bukanlah sosok pembela Islam seperti yang selalu digembar-gemborkan kubu sebelah.

 

(Sumber: Facebook Amin Mudzakkir)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed