Lalu saya membaca kisah menggetarkan dari akun Dedi Mannaroi. Tentang dua pemuda tampan keturunan Tionghoa di daerah Jatinegara, mondar-mandir berjualan kue. Dikisahkan, keduanya bahkan sesekali duduk di trotoar, di depan pintu Indomaret sembari menjajakan kue jualan mereka.
Jack, yang berbaju putih ternyata sudah 15 tahun berjualan kue. Dan Anton, yang berbaju kuning bahkan sudah 18 tahun berjualan kue sejak duduk di bangku SD.
Jack dan Anton adalah balada dua pemuda Tionghoa yang menjadi antitesis dari gambaran umum masyarakat keturunan Tionghoa – yang sering “diasumsikan” serba kaya, matrek, borjuis, eksklusif.
Di belahan kehidupan lain – di bumi dan negeri yang sama – ternyata ada masyarakat Tionghoa yang serba apa adanya, sederhana, bahkan harus meneras keringat terakhir setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka tak ada bedanya dengan saudaranya yang lain di negeri ini, yang Jawa, yang Ambon, atau lainnya.
Jack dan Anton adalah gambaran dua pemuda WNI yang punya hak sama menggapai masa depan di tanah air ini. Mereka bagian dari ibu pertiwi. Mereka berpeluh bersama tanah dan air negeri ini, untuk sesuap nasi, untuk sejilid buku pelajaran sekolah. Mereka hanya butuh kesempatan. Mereka hanya butuh penerimaan.
Ada memang oknum keturunan seperti perempuan stress yang memuakkan di atas, tapi ada lebih banyak ‘Jack dan Anton’ yang mau berpeluh bersama temannya yang sesama WNI. Dengan apa adanya.
Kata Dedi Mannaroi, Jack dan Anton adalah gambaran anak muda keturunan Tionghoa yang tak malu dan mau kerja keras di tengah kerasnya kehidupan Jakarta.
Di akunnya, Dedi menutup kisahnya :
“Saya tak beli kue kalian, saya cukup kagum pada kalian, sembari 2 lembar merah saya berikan dalam genggaman mereka”….
Jack dan Anton adalah gambaran dua pemuda WNI (keturunan Cina) yang dengan hati terbuka lapang berseru : Kami memang Cina, namun kami lahir, besar, dan berjuang hidup di negeri ini, negeri yang kami cintai. Beri kami kesempatan berbakti….
Selamat berjuang Jack dan Anton, jangan pernah berubah menjadi seperti perempuan memuakkan itu ya.
Terima kasih Dedi Mannaroi, yang punya hati seluas samudra dan menerima siapapun sebagai sesama manusia apa adanya – apapun warna kulit dan latar belakangnya.
Gbu all..
-HT-
Sumber : facebook Herry Tjahjono
Comment