Oleh : Muhammad Ilham fadli
Dalam 20 tahun terakhir ini. Silahkan inventarisir dan catat nama-nama elit politik di negeri ini. Lalu, lihat pula partai-partai politik seperti Golkar dan partai-partai yang juga dilahirkan oleh orang Golkar seperti Hanura, Nasdem dan Gerindra. Lihat pola PPP, PDI-P, PKS, PBB, Demokrat dan seterusnya.
Kemudian, lihatlah, diberbagai masa, dalam dua puluh tahun terakhir, diantara mereka saling :
- Bertukar posisi
- Saling “berkawan” lalu “lawan”
- Saling berseberangan kemudian bertaut kelingking seperjuangan
- Membentuk koalisi, lalu bubar, menyebarang ke koalisi lain yang awalnya tak sudi bergabung.
- Dulu pendukung fanatik, lalu lawan militan, kemudian berkawan lagi atas nama satu visi misi.
- Di tingkat nasional berkawan sambil dengan lantang berkata, “ideologi kami sama”. Sedangkan di tingkat daerah, berlawanan sambil meneriakkan, “ideologi kami tak sama”. Membingungkan.
- Bla …. bla …. bla …. begitulah seterusnya.
“Nothing is impossible in politc. Everything is just a game”.
Dalam politik, itu biasa.
Dulu saya pernah menulis tentang hal ini dalam spektrum yang lebih luas …….. sebuah perbincangan saya dengan si Upik yang saya panggil DIK. Perbincangan tentang politik global yang melibatkan negara dan tokoh2 politik Islam.
Dik !
Tahukah kamu, politik itu hanya diikat oleh satu kata saja, kepentingan. Agama dan ideologi itu, hanyalah penguat dan perekatnya saja. Bila kepentingan dirasa sama, maka semua ideologi terasa jadi sohib-karib. beberapa kawan abang berkata, “mana bisa komunisme satu biduk dengan agama, utara-selatan bro !”. Cukuplah eksperimen politik Soekarno yang menjawabnya – Nasakom, dik. Nasionalis agama komunis yang disatupadukannya menjadi satu paket dengan aura revolusi.
Lalu lihatlah, mana mungkin Iran menyatu dengan Arab Saudi dan Amerika Serikat ?. Itu sekarang. Bagi yang melihat realitas sebelum tahun 1979, justru akan terkejut. Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat masa itu pernah mengatakan, “sahabat terbaik yang saya miliki di Timur Tengah adalah Syah Reza Pahlevi (Kaisar Syahansyah Iran), Menachen Begin (PM Israel), Anwar Sadat dan Arab Saudi”. Tahukah kamu dik, kedatangan Raja Iran ke Arab Saudi maupun ke Amerika Serikat selalu disambut dengan “karpet merah”. Kepentingan yang menghadirkan semua itu. Lebih spesifiknya, bisnis. Minyak, ya minyak dik. Ketika kepentingan tak lagi saling menguntungkan, Iran bagi Amerika Serikat dan negera-negara sekutunya adalah menjadi salah satu negara “poros setan”, istilah yang dikeluarkan oleh George W. Bush jr.
Saddam Hussein selama hampir 10 tahu menjadi harapan besar Amerika Serikat dan sekutunya (Eropa dan Timur Tengah) untuk mengahncurkan rezim demokrasi-teokratis Iran. Seluruh biaya dan sumber daya diberikan kepada Saddam Hussein. Pembunuhan terhadap suku Kurdi dan warga Syi’ah di Irak oleh Saddam Hussein kala itu dianggap sesuatu wajar, karena Saddam putra Tikrit ini sedang menjalankan misi besar, mengembalikan kejayaan Kekaisaran Persia yang direbut Ayatullah Ruhullah Khomeini. Tapi Saddam gagal. Kemudia Saddam dimusuhi, dibunuh dan dianggap pemimpin jahat. Pembenarannya, disusun belakangan, pokoknya Saddam harus tumbang. Apalagi ditambah ketika Saddam mulai meningkatkan “daya tawarnya” ketika mencaplok Kuwait dengan alasan historis. Dari pangkalan militer Amerika Serikat di Arab Saudi, Saddam di gempur oleh Bush senior. Jenderal Norman Schwarzkopf memimpin operasi yang dinamakan Badai Gurun itu. Kuwait bebas, Saddam terkucil, dari politik dunia khususnya pergaulan antar negara di Timur Tengah. Saddam ditinggalkan.
Setelah Bush senior tak lagi menjadi Presiden, Clinton naik 2 periode. Saddam masih eksis dengan keterkucilannya. Tapi Saddam tak memberikan konsensi eksplorasi ladang-ladang minyak kepada negara-negara Barat. Tersebabkan ini pula, Bush junior, anak dari Bush senior, yang kedua-duanya adalah Presiden Amerika Serikat – negara yang merupakan sahabat kental Saddam Hussein tahun 1980-an, bernafsu menguasai Irak. Maka, pembenaran dicari dan dibentuk-konsturksikan. “Saddam diktator, megalomaniak dan pembunuh rakyat”, demikian kata Bush junior, anak dari Bush senior. Senjata pemusnah massal, pembunuhan suku Kurdi dan Syi’ah dijadikan alasan untuk menghabisi Saddam. Akhirnya, sejarah mencatat, Saddam berakhir di tiang gantungan. Senjata pemusnah massal tak terbukti. Justru, para pialang minyak berebut menguasai ladang-ladang minyak kaya Irak. Duka lara rakyat Irak hingga hari ini terus berlanjut. Dollar tetap mengalir dari minyak bagi negara-negara barat.
Pernahkan kamu menonton film BOURNE – tiga serial itu dik. Film yang diputar berkali-kali di TV swasta nasional. Film yang dibintangi Matt Damon tersebut memang luar biasa. Kamu juga sering memuji film ini. Dari film itu kamu akan tahu, makna politik yang dihubungkan dengan kepentingan. Bagaimana Bourne yang ditugasi untuk memuluskan suatu proyek rahasia. Bourne yang menjadi kesayangan dan diandalkan pimpinannya itu, ternyata gagal untuk memuluskan rencana rahasia tersebut. Tahukah kamu apa harga yang harus dibayarnya ? ….. Bourne dikejar-diburu dengan satu target, dilenyapkan. Seluruh data dan opini “disesuaikan” agar Bourne layak untuk dilenyapkan. Tahukah kamu siapa yang berusaha melenyapkan Bourne ? … bos-nya. Dahulu Bourne diandalkan untuk menjalankan misi, namun ketika misi tak lagi efektif, maka pantas untuk dilenyapkan. Kepentingan yang merubah “sudut pandang”. Data dan opini, hanya bumbu yang bisa dibentuk kemudian.
Jadi jangan heran kamu, dik.
Suatu saat, pada masa cucu kita, bisa jadi Amerika Serikat bersahabat erat dengan Korea Utara – itu lho, negara yang “menuhankan” keturanan KIM (KIM il sung – KIM jong il – KIM jong un …… pada masa cucu kita, mungkin ada pula KIM yang lain). Bisa pula, negara-negara barat tak akan lagi mengacuhkan negara-negara kaya teluk di Timur Tengah, apabila cadangan minyak mulai menipis.
Itu menjadi biasa dik dalam politik.
Bahkan Soekarno pernah mengatakan, “revolusi saja biasa memakan anak kandungnya”, apatah lagi hanya sekedar untuk mengalihkan opini politik. Jadi jangan heran, bila hari ini ideologi A dipuji-julang, sementara B diburuk-burukkan, bisa jadi nanti mereka bergandengan tangan ataupun menjadi sebaliknya, A yang buruk sedangkan B adalah yang paling baik.
Nothing is impossible in politic. Everything is just a game.
Politik itu seni. Taktik dalam bermain. Tepatnya, bermain politik. Ya …. hanya permainan. Politik itu bukan agama, bukan pula ideologi.
Pakem paling universal dalam politik itu terformulasi dalam kalimat, “tak ada kawan dan lawan yang abadi, justru yang abadi itu adalah kepentingan”. Karena itu, dalam kamus politik praktis kita mengenal istilah “politik kepentingan”. Politik kepentingan pada dasarnya mengalahkan yang namanya ideologi, golongan bahkan partai itu sendiri (betapa banyaknya politisi pindah-pindah biduk partai).
Karena itu, jangan pernah benci pada kawanmu karena hanya berbeda pilihan politik. Jangan!
Bila berbeda, sikapi dengan kewajaran. Karena yang kita perdebatkan itu, justru bisa berbeda-beda tempat, nantinya. Akan membuatnu terkejut. Ternganga. Marah. Sedih. Kecewa. Sementara ada pihak lain yang lebih kecewa, yaitu kawanmu yang kamu hujat dan kamu hina karena berbeda pilihan politik itu.
Kita marah-marahan. Un-friend. Mendikotomikan kawan-kawan : ini waras, ini gila. Ini akal sehat, yang itu agak putus tali syarafnya dua setengah lembar. Kita bersitegang urat. Berdebat kusir. Carut marut keluar. Isi dapur rumah orang tua, dibahas. Orang-orang yang menjadi episentrum perdebatan kusir kita itu, bisa gonta ganti posisi. Gonta ganti kawan. Ketawa-ketiwi.
Sementara kita ? …. terlanjur meutuskan persahabatan.
Sirkulasi politik itu rutin. Kadang beberapa belas purnama, tapi tak pernah lebih dari 5 tahun. Mereka kembali beradaptasi. Sementara “luka” yang terpatri pada diri kita dan kawan-kawan kita, justru akan bertahta dalam waktu yang demikian lama. Mereka dapat kekuasaan, kamu kehilangan kawan. Persahabatan yang telah kita bina demikian panjang, putus dan rengkah oleh mereka yang “naik di tengah jalan di hatimu” serta “say …. hello” yang hanya menyapa sambil lalu.
Mengharapkan burung balam
Burung murai di tangan kau lepaskan
SALAM DAMAI
Sumber : Status Facebook Muhammad Ilham Fadli
Comment