by

Jurnalisme Preman

Banyak yang kayak gitu, lebih dari itu.

Beberapa oknum wartawan memilih usaha sampingan. Membuat media berita juga, cetak maupun online. Aku menyebutnya media preman. Gak semua sih.

Tapi, khusus yang beritanya garang, suka main hantam gosip seputaran pejabat.

Awalnya, tulis berita dugaan kasus yang melibatkan pejabat. Padahal kasusnya masih samar, belum jelas. Informasi didapat dari asumsi. Ada juga dari berkas di kejaksaan yang masih proses.

Setelah berita terbit, datangi si pejabat. Kalau mau namanya dibersihkan, minta sejumlah uang. Setelah itu, terbitlah berita angkat telor si pejabat.

Cara-cara itu kadang juga dipakai media besar di daerah. Karena, oplah penjualan koran cetak gak selalu ramai, iklan dari perusahaan swasta gak selalu banyak, iklan ucapan dari pejabat (ucapan selamat tahun baru, selamat hari raya, belansungkawa dll) gak selalu ada.

Tapi masih untung sih, media mainstream di daerah dapat jatah anggaran dari pemerintah daerah setempat, juga dari tiap instansi, dari DPRD juga.

Semoga Tempo, Viva dan media-media nasional yang pernah terpercaya tidak meniru cara-cara media preman di atas. Meski beberapa tahun terakhir babak belur pemasukannya, efek polarisasi dukungan politik.

Sumber : Status Facebook Nurul Indra
 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed