by

Jokowi untuk Yang Waras

 

Di perusahaan saja dalam memilih kandidat karyawan selalu melihat kompetensi dari calon dengan pendekatan STAR (situation, Task, Action dan result). Artinya HRD/Manager akan mendeteksi prilaku masa lalu calon karyawan untuk dicocokan dengan kebutuhan company, semisal perusahaan membutuhkan karyawan yang bisa diupgrade menjadi leader dikemudian hari. Maka yang dibutuhkan adalah calon karyawan yang bisa lepas dari tekanan dengan keratif thinking agar keluar dari tekanan dari masalah, bisa mengorganisasi, Sang HRD akan medeteksi prilaku calon karyawanya, apakah punya eviden pernah memimpin, pernah mempunyai masalah namun mampu lepas dari masalah itu, dan dia berperan didalam penyelesaian masalah tersebut, bukan calon karyawan yang hanya berjanji saya AKAN menjadi pemimpin yang berusaha, saya AKAN mampu mencapai target,, semua berbicara AKAN yang belum terjadi. Pemimpin seperti ini belum teruji dimasa lalunya, hanya menjanjikan.

Jadi Jokowi adalah realitas, dia pernah menjadi Waliota terbaik dunia, dia pernah menjadi Gubernur DKI, Jokowi pernah menjadi presiden RI, Jokowi adalah fakta, Calon lain adalah dongeng, dan tidak punya kompetensi sebagai presiden, PS adalah jendral pecatan, dia yang menangkapi para aktivis 98, karakter seperti ini apakah bisa jadi presiden, Amin Rais pernah menikung Gus Dur, Nanti seandainya jadi presiden bisa menikung rakyatnya. Amin Rais begitu intoleransinya di saat Pilkada DKI mengunakan issue sara untuk mencapai sahwat politiknya,, Anis Baswedan, dulunya menjadi juru bicara Jokowi di pilpres 2014, dan menghantam Prabowo dengan mengatakan PS adalah jendral yang gagal tidak bisa dipercayai, saat itu mengatakan FPI adalah organisasi islam yang intoleran. Saat Pilkada yang maju sebagai calon gubernur, Prabowo dirangkul dijadikan tuan atas kepentinganya, FPI mitra untuk menjatuhkan lawan politiknya, calon lain yaitu Ahok. Kalau Anis Baswedan jadi presiden, apakah bisa dipercaya tingkah lakunya, yang bisa tiba tiba dengan silat lidahnya, mengacaukan tatanan pemerintahan yang ada, DKI dibawah pimpinanya menjadi ibukota yang amburadul

Jokowi dalam beberapa hal kebijakanya perlu dikritisi dan ada yang tidak sesuai dengan pandangan kita, seperti, kebijakan tentang bagi-bagi kekuasaan. Khususnya Puan Maharani dan beberapa menteri dari orang partai. Cobalah nilai sendiri kinerja mereka, cara Jokowi menghadapi gerombolan intoleran. Khususnya cara menangani kasus HRS cs. Bahkan Penertiban SP3 terhadap hukum HRS menciderai hati kita, cara Jokowi tentang masalah UU MD3, kesannya Jokowi lempar batu sembunyi tangan. Yang salah menterinya, kok dia dorong kita gugat ke MK. Jokowi berkompromi dengan gerombolan ngamukan, sekolompok mengataskam ummat yang sering membuat kegaduhan, bahkan diajak ke istana. Kenaikan BBM yang tiba tiba naik, tanpa pemberitahuan, walau yang dinaikan peruntukan masyarkat mampu. Jokowi tidak boleh melupakan carut marutnya kebhinekaan kita, hanya kepntingan sesaat Pilpres 2019, karena hanya kepentingan sesaat kita harus kehilangan salah satu putra terbaik yaitu Basuki Tjahaja Purnama. Kelompok ini tidak boleh diberi ruang hidup di NKRI, sudah berbeda tujuan, kita ingin NKRI mereka ingin negara agama, mereka ingin menguasai semuanya.

Sosok Jokowi yang merakyat, menjauhkan kekuarga dari pemerintahan, berani menangkapi koruptor, pembangunan infrastruktur, pembangunan indonesia timur, berani terjun ke papua, menjadikan satu harga BBM, berani merekrut pembantunya yang kredibel, cita citanya hanya mensehjahterakan rakyatnya

Yang lain masih bermimpi, sementara Jokowi sudah berproses, yang waras tentu akan pilih Jokowi..

 

(Sumber: Facebook)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed