by

Jokowi Gagal Ditakuti, Rizieq Batal Pulang?

Akan tetapi apakah Jokowi takut? Sama sekali tidak. Jokowi tidak pernah mengintervensi aparat hukum agar tidak menyentuh Rizieq dan para ulama yang berbuat kriminal. Jokowi tetap menyerahkan penegakan hukum yang tegas kepada aparat kepolisian. Siapun yang melanggar hukum harus diproses dengan hukum.

Rizieq pun dipanggil oleh aparat. Ia diperiksa, dijadikan tersangka dan akan diadili di pengadilan. Hal yang sama berlaku bagi para ulama lain yang melanggar hukum. Mereka yang membuat keonaran tetap diproses secara hukum tak peduli dia ulama atau bukan.

Ketika skenario pertama gagal dan Rizieq tak bisa berkelit lagi, maka skenario ke dua diluncurkan. Dengan dalih agama, Rizieq menempuh langkah seribu. Ia didorong lari ke luar negeri. Tujuan kepergian Rizieq ke luar negeri adalah untuk beribadah. Demikian asumsi yang dibangun oleh para pendukung Rizieq. Tetapi sebenarnya untuk menghindari proses hukum. Hasilnya? Para pengikut Rizieq percaya bahwa Rizieq sedang beribadah di Tanah Arab.

Selama pelariannya di Tanah Arab, para pengikut Rizieq dan Rizieq sendiri membangun alibi bahwa Rizieq bukan lari tetapi pergi untuk menyelamatkan Indonesia dari kegaduhan. Selain alibi itu, para pengikut Rizieq juga membangun asumsi lain bahwa Rizieq akan pulang untuk mendamaikan keributan, pertentangan di antara sesama umat.

Penyerangan para ulama yang terjadi akhir-akhir ini bisa jadi bagian dari skenario agar sesama umat terlihat saling ribut. Untuk meyakinkan publik tentang betapa pentingnya sosok Rizieq untuk mempersatukan umat, dibuatlah skenario perpecahan alumni 212 yang diganti dengan persaudaraan alumni 212. Dengan demikian, pemerintah akan mengalah dan meminta bantuan Rizieq untuk pulang dan mendamaikan umat yang saling ribut itu. Lalu apa yang terjadi?

Walaupun terus digaungkan bahwa betapa pentingnya Rizieq untuk kembali, namun masyarakat malah lebih senang kalau Rizieq tetap di Tanah Arab. Indonesia aman, terkendali dan tak ada yang memprovokasi.

Sementara itu para pengikut Rizieq, para politikus yang membutuhkan jasanya dan Rizieq sendiri merasa bahwa keberadaannya di Tanah Arab sama sekali tidak berguna, buang-buang waktu, tenaga dan biaya. Belum lagi kangen rumah dan kangen yang lain-lain. Bagi para pengikutnya, Rizieq lebih berguna jika dia ada di Indonesia.

Ketika skenario pertama dan ke dua gagal, dibuatlah skenario ke tiga. Jokowi diancam oleh para pengacara Rizieq agar bersedia memerintahkan aparat untuk tidak menangkap Rizieq. Jokowi diminta agar memerintahkan Polri mengeluarkan SP3 atas kasus Rizieq. Jika ada penangkapan oleh aparat, maka Indonesia akan gaduh, keamanan akan terganggu dan Indonesia akan hancur.

Agar lebih heboh, para pengacara Rizieq menakut-nakuti Jokowi dan Kapolri dengan membangun kampanye bahwa, ketika Rizieq pulang, akan ada penyambutan jutaan orang di Bandara Soekarno-Hatta. Bisa dipastikan Bandara akan lumpuh total ketika Rizieq pulang. Demikian koar-koar para pembela Rizieq. Apa tujuan kampanye itu? Bargain politik. Agar, ketika Rizieq pulang, ia tidak ditangkap. Imbalannya, para pengikutnya tidak memutihkan Bandara. Lalu apakah Jokowi takut?

Jokowi tidak pernah takut. Tak ada bisikan secuilpun kepada Kapolri agar tidak menyentuh dan mengganggu Rizieq. Segala ancaman para pengikut dan pengacara Rizieq dibiarkan menggonggong, bagaikan tong kosong. Aparatpun siap sedia menjemput Rizieq. Ketika Rizieq sudah mau pulang pada tanggal 21 Februari ini (dikabarkan sudah membeli tiket), dan terus mengancam Jokowi agar dirinya tidak ditangkap, tak digubris sama sekali.

Rizieq malahan berbalik ditakuti. Ketika ia tiba di Indonesia, Rizieq akan langsung diamankan. Pengamanan inilah yang menakutkan Rizieq sehingga ia diisukan batal pulang. Wiranto pun sudah mengkonfirmasi bahwa Rizieq batal pulang. Namun, jika berani pulang, maka ia siap-siap menghadapi proses hukum.

Jelas hingga kini, Rizieq masih belum punya taring seperti Ahok menghadapi pengadilan secara jantan. Ia barangkali pulang jika Jokowi telah lengser, Prabowo sudah menjadi Presiden, ada kode dari Anis, atau pada saat berkecamuknya demo.

Jadi, ketika Jokowi gagal ditakuti, Rizieq batal pulang. Namun kalau berani pulang 21 Februari 2018 dan secara jantan mengikuti proses hukum berarti levelnya sudah mulai sedikit mendekati level Ahok. Begitulah kura-kura.

Sumber : Surosirulo.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed