by

Jokowi dan SP 3

Jadi ancaman politik populis agatma itu nyata.njadi simbol tersebut, banyangkan dari 20 tahunan yang lalu ia hanya menjadi orang suruhan jendral2 untuk pam swakarsa islami sekarang menjadi tokoh besar..

Yang bahkan Prabowo, Amin rais dan KMS PKS pun sowan dan silaturahmi ke dirinya..

Ini menandakan, dia menjadi simbol, menangkap HRS hanya akan memenjarakan tubuhnya namun narasi nya semakin berkibar.

Narasi pemerintah, anti islam, menyiksa ulama, hal-hal ini yang harus dikhawatikan bukan HRS,

HRS memang tidak akan memberikan dukungan Pada jokowi, atau pun ummat nya, namun SP3 ini mematikan narasi yang dibangun, bahwa pemerintah dikotomi dengan islam.

Yang kedua.

Kita semua sama-sama merasakan ketidaknyamanan rusuh-rusuh paska 2014 ini. baik cebong vs kampret dll.

Bagaimana cara meminimalisnya,

Andai PKS dukung jokowi, mungkin reda.

Namun kita rasakan betul, bahwa oposisi di negara kita tidak memiliki niat baik untuk meredakan polarisasi dimasyarat, mereka malah menikmati dan menjaga segala fitnah dan kebencian.

Padahal ini berbahaya,

Nah saya liat pemerintah ada arah untuk agar kisruh-kisruh ini tuntas lah di 2019, gak ada lagi term cebong atau kampret dll..

Ya tentu dengan mengurai kebencian yang pekat ini dengan memberi diskresi pada simbolnya nya…

Apa anda kira HRS bisa seperti ahok yang dikala didukung oleh massa demo nya malah nyuruh mereka pulang, dan jangan bikin macet.

Tentu beda orang, beda level, beda pula cara perlakuannya.

Siapa yang happy kalau segala polarisasi ini tuntas di 2019.. Kita semua kecuali mereka yang mendapatkan keuntungan dari kebencian baik dari pihak manapun.

Cuma memang susah untuk yang menganggap bahwa demokrasi itu bagian dari “pesta” bukan “perang”

Sumber : Status Facebook Ade Winata

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed