by

Jemaah Tabligh : “Salafi” Van India

Konflik juga meluas ke Indonesia. Syura Indonesia, yang semula berjumlah 13 orang, terpecah dalam dua kubu: kubu Cecep Firadaus bermarkas di Masjid Jami’ Kebon Jeruk dan Kubu Muslihuddin Jafar bermarkas di Masjid Al-Muttaqien, Ancol. Kubu pertama pendukung Syeikh Saad. Kubu kedua pendukung Syura Alami. Kubu pertama didukung oleh PP Al-Fattah, Temboro, Karas, Magetan. Ini pondok pesantren JT terbesar dengan santri mencapai 18.000 orang. Pengasuhnya Kiai Uzairon Thoifur, salah seorang ahli Syura JT Indonesia. Penerusnya adiknya, Kiai Ubaidillah Ahror. Kubu kedua didukung PP Darul Mukhlasin Payaman Magelang dan PP Sirajul Mukhlasin, Krincing, Secang Magelang. Pengasuhnya Kiai Mukhlisun, salah seorang ahli Syura JT.

JT bisa diterima dan merekrut banyak kalangan dari berbagai lapisan karena non-politik dan menghindari khilâfiyah. Politik dan pemerintahan tabu dibicarakan. Berbeda dengan salafi-Wahabi, JT tidak pernah masuk ke ranah isu bid’ah. Konsen mereka adalah dakwah, dengan penekanan pada fadhâilul a’mal. Ini kebaikan sekaligus kerentanan. Karena minim wawasan kebangsaan, posisi JT tidak jelas dalam konteks relasi agama dan negara. JT tidak punya agenda mendirikan Negara Islam atau Khilafah Islamiyah. Itu sama sekali bukan fokusnya. Tetapi, JT juga tidak punya konsep tentang nasionalisme dan cinta tanah air. Seandainya Indonesia atau negara lain tempat JT berada terancam, JT mungkin memilih masuk gua atau i’tikaf di masjid. Mereka pilih menyelamatkan imannya, tanpa peduli keadaan negaranya.

JT punya konsep transnasionalisme Islam, tetapi bukan dalam konteks politik, melainkan dakwah. Seluruh bumi Allah adalah medan dakwah. Mereka khurūj hingga ke mancanegara, dengan bekal pribadi, demi dakwah. Pengikutnya dari kalangan artis hingga profesional. Gito Rollies, Sakti Sheila on 7, Derry Sulaiman Betrayer, Yukie Pas Band, dan Reza Noah adalah deretan artis pengikut JT. Anak-anakanya Pak Wiranto, termasuk yang meninggal di Afrika Selatan, Zainal Nurrizki, adalah pengikut JT. JT juga masuk ke jajaran perwira Polri. Mantan Kadiv Humas Polri, Komjen Pol (Purn) Anton Bachrul Alam, kini adalah seorang karkun, pegiat dakwah JT.

JT bukan kelompok radikal apalagi teroris. Jenggot, cadar, dan celana cingkrangnya bukan ancaman vertikal bagi negara. Dalam dakwah, JT dilarang membanding-bandingkan (taqabul), merendahkan (tanqish), mengkritik (tanqid), dan menolak (tardid) kelompok Islam lain. Karena itu, JT tidak terlalu menimbulkan gesekan horisontal.

Meski politik tabu dibicarakan, sejak klaim kepemimpinan Syeikh Saad yang bermasalah, JT terlibat dalam intrik politik internal yang rumit. Persekusi dan intimidasi terjadi di antara dua kubu. Syeikh Saad sendiri adalah figur kontroversial, dengan ‘bayan’ (statemen) yang seringkali menimbulkan polemik. JT Indonesia belakangan juga terpapar politik. Dalam kontestasi Pilpres tempo hari yang keras, PP Al-Fattah Temboro, pendukung markas Nizamuddin yang dikuasai Syeikh Saad, menerima Prabowo dan tokoh-tokoh pendukung 02. Artinya, JT yang non-politik rentan terseret ke dalam arus politik atas nama Islam.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, meski JT bukan ancaman, kekurangannya yang menonjol adalah minimnya wawasan kebangsaan. Seandainya JT menambahkan konsep kebangsaan, dia akan menjadi gerakan Islam yang aktif, bukan sekadar pasif, dalam menopang pilar-pilar NKRI yaitu Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

*Sekretaris Umum PP ISNU

Sumber : Status Facebook M Kholid Syeirazi

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed