by

Jawa Itu Bukan Sekedar Suku

Sehingga bila di sini kejawaan saya diragukan, dan hanya dianggap KW, saya paham. Saya bicara dalam nada meledak-ledak bagai petasan renteng. Nada yang membuat orang sabar sekalipun bisa ikutan meledak. Berkebalikan dengan krama inggil yang memadamkan hasrat untuk mengamuk. Apalagi saya bukan orang yang kuat prihatin. Berpantang makan-makanan bermicin saja tidak pernah mampu saya lakukan. Apalagi sampai mutih, ngrowot dan pati geni.

Saya juga terima nasib, bila di Sumatra pun saya tidak dianggap bagian dari etnis mereka. Meski saya pelahap pempek kadal selam yang utama. “Tapi kamu kan nggak suka pedes. Orang Sumatra suka pedes semua,” kata mereka. Meski saat bicara Plembang, lidah saya akan sangat luwes. Lebih bicek daripada mangcek-bicek, ombai-akas, asli kelahiran ‘wong kito galo’.

Saya terima tidak dianggap menjadi bagian dari etnis manapun. Mungkin sebaiknya saya mengkategorikan diri sebagai ‘wong kito galau’. Orang-orang yang galau, karena tersisih dari keanggotaan apapun.

Saya merasa masygul awalnya. Namun demikian, saya teringat, eliminasi itu sebenarnya bukan karena benar-benar benci, terkadang justru karena menghormati saya. Saat saya SD dulu, beberapa teman saya berantem sangar. Saya mendekat, lalu salah seorang berkata, “Vika, kamu menjauh aja. Kamu orang Jawa, ntar kamu jadi sasaran. Soalnya orang Jawa kan nggak bisa marah, nggak tegaan. Sana jauh-jauh aja. Kasihan kalau kamu jadi sasaran…”
Dan saya dalam hal ini sangat Jawa, saya menjauh betulan. Tidak mau terlibat keributan.

Sebaliknya di Jawa, saya juga mendapat banyak permakluman. Terutama bila terkait salah memilih kosa kata. Tidak tahu bila kata ‘sare’ tidak pas untuk disematkan pada kalimat tentang bayi yang sedang tidur. Saya bukan native speaker saat berbahasa Jawa, dan semua memaklumi serta memafkan.

Saya kira, memang sebaiknya kita tak perlu terlalu fokus pada pengakuan sebagai etnis A atau B, karena yang terpenting adalah kita Indonesia. Klaim-klaim itu hanya akan menimbulkan keributan, rasa jumawa merasa lebih dari etnis lain, atau kepedihan bila tak ada yang mengakui. Lebih penting lagi, pemahaman ke-Jawa-an atau ke-Sumatra-an ataupun lainnya, sebaiknya bukanlah hal-hal yang bersifat permukaan semata. Jauh lebih penting memahami nilai spiritual dan keluhuran budayanya.

#vkd

Sumber : Status Facebook Vika Klaretha Dyahsasanti

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed