by

JANJI Kampanye Presiden Jokowi Yang Sudah Ditepati Pada Periode Pertama

Oleh : Tante Paku

Begitulah fakta yg ada di Indonesia, OPIUM AGAMA sudah disebarkan secara terbuka, tujuannya jelas utk melemahkan Indonesia, dg demikian utk menguasai bangsa ini akan lebih mudah.

Ada yang mengatakan : “Religion is opium of the people”

15 tahun terakhir ini kita menyaksikan hiruk pikuk khotbah2 agama khususnya Islam meramaikan dan membisingkan telinga.

Riuh syiar agama tidak hanya terdengar melalui pegeras suara dari menara Masjid yg dipasang pada 8 penjuru mata angin.

Mata dan telinga kita seakan dipaksa melihat dan mendengar tayangan Televisi dg tayangan sinetron religi dan khotbah keagamaan yg meng-gebu2.

Fenomena di atas mengingatkan pada pernyataan Karl Mark “Agama itu Candu Masyarakat”.

Sepertinya Indonesia paling PARAH terkena dampak kecanduan agama.

Jika Arab Saudi yg menjadi kiblat Muslim Indonesia mengarah menjadi modern, Indonesia justru menuju DARK AGE atau era kegelapan karena konservatisme agama.

Saya melihat tidak banyak yg memberi berita baik dari gegap gempitanya syiar Islam belakangan ini.

Fenomena keagamaan belakangan ini, mirip dengan fenomena jilbab pada 1980 an.

Saat itu saat Suharto ikut melarang jilbab di UGM, sontak publik heboh, jilbab saat itu seakan simbol perjuangan menegakkan kebenaran melawan kebatilan, perjuangan kesolehan melawan keingkaran.

Pendek kata jilbab saat itu layaknya IMAN melawan KEKAFIRAN.

Tp apa lacur setelah jilbab legal di ruang2 publik?

Bahkan banyak daerah yg mengklaim syar’i membuat kewajiban busana muslim ( PADAHAL asalnya busana Yahudi dan baju koko dari China), jilbab tak lebih menjadi citra simulakra dan mode busana boros kain.

Jilbab tidak lagi menjadi simbol kesucian, melainkan sekedar modis dan produksi kapitalisme mode.

Masyarakat kita menjadi masyarakat imitasi untuk meminjam termnya Jean Baudrillard.

“Masyarakat Muslim tidak hanya menjadi masyarakat Simulakra tetapi juga masyarakat hyperrealitas.”

Tercium aroma yg sama pada ghirah keagamaan saat ini.Tampilan2 religius terlihat hanya kulit dan citra2 serta mode karena TAKUT apa kata orang kalau tidak tampil sholeh.

Indikatornya adalah betapa citra kesolehan begitu marak bersamaan tetap maraknya kejahatan dan dosa sosial.

Korupsi, menimbun sembako, menjual mahal pupuk subsidi dan lainnya.

Fenomena itu kian sulit diaudit transparansi dan akuntabilitasnya, karena tidak jarang kejahatan itu dilegalkan ASAL ikut bantu membangun rumah ibadah dalam logika money loundring.

Kecanduan miras hingga mabuk dan nyungsep di got masih mudah disadarkan dengan menyiram air 1-2 ember, tapi kecanduan agama seringkali merusak kesadaran kritis (critical conciousness) publik, dalam melihat dan yg al haq al tajjali, karena citra kesolehan yg simulakra dan hyperrealitas.

Kalau begitu apa bedanya opium yg paling brengsek dibanding opium dari agama?

Kita sedang hidup pada era yg kabur antara kebenaran dan ketidakbenaran.

Antara yg fakta dan yang hoax. Inilah realitas yg oleh nabi-nabi postmodern disebut “post truth era”.

#StefanusToniAkaTantePaku

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed