by

Isu Papua yang Selalu Menjadi Komoditi Politik Untuk Menyerang Jokowi (1)

Rakyat Papua bagian barat akan memutuskan sendiri apakah bersedia menjadi bagian dari Indonesia atau tidak. Batas waktu pelaksanaan Pepera ditetapkan sampai akhir 1969 dengan PBB sebagai pengawasnya. Akhirnya, pada 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Lalu, tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih.
OPM sendiri sudah ada sejak 1965 bertujuan Papua Merdeka. Pada 1 Juli 1971, Nicolas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan pernah memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun gerakan ini hanya seumur jagung karena segera ditumpas pemerintah Soeharto. 1982 didirikan Dewan Revolusioner OPM dengan tujuan sama.
DR OPM juga menggunakan strategi lain dengan meminta dukungan dari masyarakat dunia internasional (Dasman Djalaluddin, Papua news). Munculnya gerakan perlawanan OPM terutama di era orde baru lebih disebabkan dengan ketidakadilan serta tidak meratanya kesejahteraan yang dirasakan rakyat Papua ketika itu. Pembangunan masa orba lebih menekankan kepada Jawa Sentris.
Dan melupakan daerah-daerah lain terutama Indonesia Timur, khususnya Papua (dulu Irian Barat, sebelum diganti menjadi Irian Jaya oleh regim Suharto). Terlebih di tanah Papua terdapat tambang emas terbesar dunia yang dikuasai asing, sementara kehidupan masyarakat sekitar sangat miskin, tidak mendapat apa-apa. Alih-alih kecipratan, wilayah Papua sama seperti di Aceh diberlakukan sebagai DOM atau Daerah Operasi Militer.
Melalui pendekatan keamanan (militeristik) Suharto ingin menaklukan perlawanan OPM maupun GAM. Kini paska reformasi di masa pemerintahan Jokowi, kondisinya sudah jauh berubah. Pembangunan infrastruktur di Papua dilakukan guna menunjang mobilitas masyarakat Papua (jalan, jembatan, bangunan pasar dll). Kebijakan satu harga BBM diberlakukan juga penerangan listrik.
Bahkan tambang emas Freeport kini saham terbesarnya dikuasai Indonesia untuk digunakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Papua. Pendekatan yang dilakukan Jokowi berbeda dengan Suharto. Jokowi lebih menekankan pendekatan humanis serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Jokowi ingin keadilan sosial dan pemerataan pembangunan benar-benar dirasakan rakyat Papua. Harapannya, rakyat Papua mau membangun daerahnya sendiri. (Awib)
 
Sumber : Status Facebook Agung Wibawanto

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed