Pertanyaan tolol kedua: “Mau divestasi, emangnya punya duit? Mau jual BUMN ya?”
1. Duit cash Inalum saja ada 20 triliun. Itu perusahaan holding tambang, kalian pikir jualan kerupuk? Asetnya sangat besar, kemampuan finansialnya juga tinggi.
2. Duit 53 triliun untuk beli saham Freeport itu kecil bagi BUMN perbankan. Sudah ada 11 bank yang siap mengucurkan dana 72 triliun untuk Inalum.
Pertanyaan tolol ketiga: “Freeport terus merugi, kenapa dibeli, bukankah itu akan memberatkan Pemerintah?”
1. Yang merugi itu perusahaan induknya, yaitu Freeport-McMoRan. Perusahaan itu banyak tambangnya, dan penyumbang kerugian itu salah satunya perusahaan perminyakan.
2. Tahun 2016 saja pendapatan Freeport Indonesia 50 triliun. Pemerintah dengan saham mayoritas akan dapat bagian lebih besar. Belum lagi kalau smelter sudah dibangun, keuntungan negara akan lebih banyak.
Pertanyaan tolol keempat: “Saham 40% yang dibeli itu sebenarnya Participating Interest Rio Tinto terhadap Freeport. Padahal itu akan berakhir tahun 2021, kenapa dibeli?”
1. Hak kelola bahan tambang punya Rio Tinto itu “dikonversi” jadi saham. Itu urusan Freeport dengan Rio Tinto. Urusan Inalum kepemilikan saham dengan Freeport.
2. Bagaimana mungkin membeli saham Freeport jika mereka masih ada kesepakatan dengan perusahaan lain? Kesepakatan itu harus diselesaikan dulu, baru Inalum bisa masuk.
Pertanyaan tolol kelima: “Sejak dulu Pemerintah tak mau mengambil alih Freeport, kenapa sekarang diambil, pasti ada apa-apanya?”
1. Dulu banyak mafia tambang, Pemerintah takut dan terlibat bagi komisi dengan mereka. Sekarang Pemerintah tak punya “dosa” jadi mafia itu dihajar semua.
2. Pemerintah bersikap adil, karena kita bukan negara komunis. Kalau pemerintah main gencet, investor akan kabur. Itu bahaya.
Ada pertanyaan tolol lain?
Kajitow Elkayeni
Comment