Oleh : Stefanus Toni Aka Tante Paku
Pilkada DKI Jakarta ini memang dibilang paling keras dalam menyerang pesaingnya, istilahnya sudah tidak ada lagi etika demokrasi, walau mulut manis tapi kenyataannya sangat sadis. Itu semua karena mereka yang tampil dalam Pilkada itu tidak berpikir untuk menjadi pemimpin untuk kesejahteraan rakyatnya, melainkan apapun caranya harus bisa berkuasa!
Pertarungan Pilkada di DKI menggambarkan bagaimana sebuah upaya untuk duduk dalam pemerintahan demi mementingkan diri dan merobohkan aturan hukum yang disepakati. Maka kampanya bernuansa SARA, dari AYAT sampai MAYAT pun dibawa-bawa. Spanduk rasis bertebaran seolah tak ada lagi kepatutan, seakan mereka ingin membuat hukumnya sendiri.
Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot pun menjadi pihak yang paling banyak diserang dengan black champaign maupun negative champaign dari berbagai penjuru. Semua ruang seakan dicegat, kampanye dihalangi, hanya ruang pengadilan yang mereka berikan untuk Ahok.
Tim Pemenangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pun memastikan telah mematangkan strategi untuk mengalahkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta ini. Strategi tersebut dirancang PKS sebagai partai pendukungnya, mengulang saat PKS mendukung Prabowo dalam pilpres tahun 2014 lalu.
Faktanya perundang-undangan tampak seperti khayalan yang mampu mengatasi kecurangan atau kejahatan demokrasi namun tak berhasil dengan baik. Mestinya politik itu sesuatu yang luhur dalam kemasan yang serius sekaligus rumit, apabila berhasil menerjemahkan nilai-nilai kebijakan umum.
Kekalahan Ahok
Putaran pertama semestinya paslon 2 bisa menang telak, namun karena terlena, terjadilah kesalahan strategi yang lupa diantisipasi. Anies-Sandi berhasil mematikan EUPORIA Ahok-Djarot, bahkan mematikan paslon 1 Agus-Silvy dengan cantiknya. PKS dan Gerindra dengan pasukan rantingnya serta hati yang sakit karena kalah pilpres 2014 lalu kini jangan sampai terulang kembali, mereka pun berhasil menguasai TPS dengan hebatnya.
Banyak pemilih yang didata mendukung Ahok dihilangkan hak pilihnya karena urusan sepele. Ketua KPU DKI disetir, Bawaslu dicocok hidungnya, sungguh strategi yang keren walau busuk, mereka sudah biasa melakukannya. Sementara paslon 2 kegirangan melakukan konser, dan banyak lagi euphoria merasa yakin menang, akhirnya banyak kecolongan yang membuatnya menang tipis.
Apakah dalam putaran kedua ini Ahok menang tipis atau bahkan kalah telak?
Bila Ahok kalah tipis atau bahkan telak sungguh mengenaskan, strategi mereka artinya tidak dimainkan dengan gesit dan cantik walau tidak perlu busuk.
1. Bisa jadi penyebab kekalahan Ahok karena paslon 3 berhasil mempolitisasi dan mengkriminalisasi Ahok hingga mengurangi warga yang semula mendukungnya, kasus penistaan agama membuat Ahok terbelenggu dan tak bisa bekerja dengan maksimal, ibaratnya Ahok dibelenggu melawan Anies yang bebas bergerak.
2. PKS tetap bermain dengan jurus agamanya dengan lagu SARA-nya, islam radikal sejenis FPI pun dikerahkan untuk menggerus dukungan rakyat kepada Ahok berpindah. Jargon muslim dilarang memilih pemimpin kafir pun terus dikumandangkan di semua Masjid dan pengajian secara rutin, dan mereka yang nekat diancam akan masuk neraka, yang setia mencoblos Anies pasti masuk sorga. Artinya kampanye dengan mengedepankan sentiman agama akan membuat Ahok kalah telak.
3. Barisan sakit hati akibat kekalahan Prabowo di Pilpres 2014 ingin balas dendam, mereka beranggapan bila bisa mengalahkan Ahok, akan lebih mudah nanti untuk mengalahkan Jokowi dalam pilpres 2019 nanti. Tentu saja para taipan yang bisnisnya terjegal Ahok akan berusaha keras dengan hartanya untuk menjungkalkan dengan cara apa saja!
4. Paslon 3 tetap akan nyinyir serta masif, terstruktur, dan sistematis untuk menyerang Ahok dengan tuduhan korupsi RS Sumber Waras, Reklamasi, antek cina, dan segala macam tuduhan-tuduhan yang bisa memojokan Ahok.
Empat strategi itulah yang dimainkan paslon 3 untuk menumbangkan Ahok, dan bila tim Badja tak mampu mengantisipasinya dengan pendekatan kepada warga dengan lebih intensif, baik, dan murah hati, kekalahan Ahok-Djarot bisa terjadi.
Dan akhirnya tampak pendukung Ahok sudah mulai gerilnya selain ke rumah-rumah warga walau terlihat sangat terlambat, juga merangkul GP Anshor dan NU untuk membendung FPI dan FUI yang menunggangi Pilkada DKI untuk tujuan menjadikan Jakarta Bersyariah sepertinya tidak efektif karena dilakukan di saat mendekati hari tenang, walau cara itu dilakukan sebagai antisipasi pintu untuk membangun Indonesia Bersyariah dan bila itu terjadi Prabowo Subianto pun bertekuk lutut dengan strategi mereka yang berhasil menghantam tokoh-tokoh yang ada di partai nasionalis dengan cantiknya.
Yang jadi pertanyaan, kenapa partai-partai pendukung Ahok tidak semua tampak ikut memainkan strategi dalam mendukung pemenangan Badja? Artinya partai pendukung Ahok walau banyak namun hanya di tingkat elite, itu pun terlihat setengah hati. Sementara para anggota partai di akar rumput tidak nampak sama sekali perjuangannya dalam memenangkan Ahok, hanya PDIP yang terlihat kerja keras di segala lini, namun partai lainnya tak terlihat hasil kerjanya dalam tim pemenangan Badja itu. Dan ini bisa menjadi FAKTOR PENDUKUNG kekalahan Ahok yang bisa telak, artinya suara yang dikumpulkan bisa terpaut jauh, prediksi gampangnya, Suara Paslon 1 masuk ke Paslon 3 saja sudah membuat Ahok KEOK.
Salam Dung Dung Pret!
Comment