by

Ini Alasan Prabowo Selalu “Ngajak Perang” Setiap Debat

Prabowo masih merasa hidup di zaman Orde Baru. Ia masih terbawa romansa masa lalu. Ia merasa bahwa masa terbaik dalam hidupnya adalah pada saat dirinya menempati puncak karir sebagai Panglima Kostrad hingga akhirnya dipecat dari militer karena dianggap bertanggung jawab dalam kasus penculikan aktivis saat Soeharto lengser.

Tak heran jika ia selalu mengait-ngaitkan pencapaiannya di dalam tubuh militer. Prabowo bicara sampai bergetar “Saya lebih TNI dari TNI!” ujarnya.

Sementara itu, Jokowi berhasil beradaptasi dengan generasi masa kini. Cara pandang antara Jokowi dan Prabowo bak langit dan bumi. Jokowi mampu berkomunikasi dengan anak muda, bahkan bisa merangkul seluruh lapisan masyarakat.

Sosok seperti Prabowo tidak cocok untuk memimpin anak-anak muda yang dinamis. Anak-anak muda masa kini adalah anak muda yang berani mengungkapkan pendapatnya. Bagaimana mungkin Prabowo bisa mengakomodasi suara-suara milenial jika audiens yang tertawa saja dimarahi?

Prabowo tak sadar bahwa audiens butuh alasan, butuh jawaban ketika dia mengatakan “Saya berpendapat kekuatan kita (Indonesia) rapuh dan lemah. Bukan salah bapak (Jokowi). Salah, gak tahu saya!” kata Prabowo diikuti tawa penonton.

Namun, Prabowo menangkap berbeda. Prabowo justru menganggap bahwa yang tertawa itu adalah menertawakan Indonesia yang dianggapnya rapuh dan lemah.

Gagasan Prabowo tentang ideologi, pertahanan dan keamanan, pemerintahan dan hubungan internasional hanya dijawab dengan perang, perang, dan perang. Bahkan diplomasi pun diartikan oleh Prabowo dengan kekuatan militer. Ini menunjukkan bahwa Prabowo tidak memahami tema maupun posisi Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia.

Berbeda dengan Jokowi yang mengedepankan negosiasi. Diplomasi Jokowi di kota Solo sudah menjadi bukti bagaimana Jokowi bisa berkomunikasi dengan rakyat. 

Apalagi di kancah Internasional. Pemerintahan Jokowi kini sudah meminta Swis untuk membuka identitas pemilik rekening orang paling kaya di Indonesia yang menyimpan kekayaannya di Swis, September 2019 mendatang. Inilah cara Jokowi berdiplomasi, bukan seperti Prabowo yang siap menyerbu dan mengerahkan prajurit untuk berperang. 
Pengalaman Prabowo selama masa perang memang menunjukan bahwa Prabowo harus tetap hidup dan bertahan. Kondisi tersebut membuat insting otak reptilnya lebih dominan sehingga tercermin dalam perilakunya yang agresif, meledak-ledak, dan pemarah. 

Jika otak reptil seseorang aktif, biasanya ia tak akan bisa berpikir secara jernih. Jadi, apa yang sudah direncanakan oleh kubu 02 untuk tampil santun di panggung buyar seketika saat Prabowo marah. 
Sebaik apapun usaha kubu 02 untuk mencitrakan Prabowo adalah sosok yang santun, penyabar, dan tidak mudah meledak-ledak justru gagal dan disaksikan langsung oleh jutaan pasang mata rakyat Indonesia karena ulah Prabowo sendiri.

Jadi, apakah Anda akan memilih sosok yang selalu ngajak perang?

Sumber : Status Facebook Kmaz Rucky

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed