by

India dan China, Kiblat Masa Depan

Sejak liberalisasi ekonomi awal 1990-an, India muncul sebagai negara utama dalam teknologi informasi (TIK) dan komunikasi dan BPO (business process outsourcing), yang berhasil meningkatkan pertumbuhan rata-rata 6,0 persen setahun (dua kali laju pertumbuhan Hindu yang hanya 3,0 persen).
Pertumbuhan ekonomi kian pesat, terutama sejak 2002, membuat India disejajarkan dengan China, dua negara adidaya ekonomi Asia.
Dalam beberapa tulisan tentang ekonomi India dan China, orang menggunakan istilah “Chindia”, yaitu kedua raksasa ekonomi yang tumbuh pesat, setidaknya sampai mereka terkena dampak negatif krisis finansial dunia (GFC).
Amat mungkin, India dan China kelak akan muncul sebagai dua ekonomi terbesar di dunia, seperti pada abad ke-15.
PADA TAHUN 1990 hingga 2002, laju pertumbuhan ekonomi India rata-rata 6,0 persen setahun. Namun, tahun 2002-2008, ekonomi India tumbuh hampir 9,0 persen setahun (1 persen lebih rendah dari China yang tumbuh 10 persen setahun, sebelum kedua negara ini terkena dampak negatif GFC).
Dengan laju pertumbuhan 6,0 persen setahun, tingkat hidup rata-rata orang India meningkat empat kali lipat dalam 40 tahun. Dengan laju pertumbuhan 9,0 persen setahun, tingkat hidup orang India bisa meningkat 16 kali lipat.
Meski India dan China tumbuh pesat selama dua dasawarsa, PDB China dua kali lebih besar daripada PDB India. Pertambahan dalam perdagangan luar negeri China tiap tahun juga lebih besar dari jumlah total perdagangan luar negeri India. China juga berhasil menarik investasi asing langsung tiap tahun, jauh melebihi total investasi asing langsung yang berhasil diterima India dalam 60 tahun.
India juga mempunyai sistem finansial lebih sehat dan efisien daripada China. India juga mewarisi dua hal baik dari Raja Inggris, yaitu kepastian penegakan hukum dan penguasaan bahasa Inggris yang baik. Hal ini merupakan faktor amat penting yang mendorong perkembangan pesat industri jasa-jasa teknologi informasi India.
INDIA adalah salah satu negara yang cocok untuk menjadi tolak ukur kemajuan teknologi negara berkembang seperti Indonesia. Dari berbagai macam sudut pandang Indonesia dan India memiliki banyak perbedaan namun tidak sedikit juga hal serupa yang dapat kita jumpai dari kedua negara ini.
Indonesia meraih kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dari tangan Jepang sedangkan India meraih kemerdekaannya pada tanggal 15 Agustus 1947 dari pendudukan Britania Raya. Itu berarti hari kemerdekaan Indonesia 2 hari setelah hari kemerdekaan India, namun India memperoleh kemerdekaannya 2 tahun setelah Indonesia.
Pada intinya kedua negara ini sama-sama memiliki sejarah dijajah oleh negara lain. Namun semenjak itu, kedua negara ini terus berlomba-lomba dan saling bersaing untuk menjadi negara yang terlebih dahulu sukses menjadi negara maju dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, militer, pendidikan, teknologi, dan lain-lain.
Dari segi ekonomi (GDP), pada tahun 2012 India berada di peringkat 10 sedangkan Indonesia berada di peringkat 16 (data.worldbank.org). Namun jika dihitung perkapita, secara statistik Indonesia lebih sejahtera dibandingkan India.
Dalam permasalahan penduduk, India berada di peringkat kedua penduduk terpadat di dunia sedangkan Indonesia berada diperingkat ke 4. Namun jika kita melihat dalam hal kecanggihan teknologi yang dimiliki oleh kedua negara ini, siapakah yang lebih unggul?
Dimulai dari pendidikan teknologi, dan mari pertama-tama mari kita adu kemajuan teknologi india dibanding indonesia secara kuantitas. India memiliki sekitar 46 institusi negeri teknik (di bawah pemerintah) yang teridiri dari 16 otonomus IIT dan 30 NIT serta ratusan (bahkan ribuan) college-college engineering swasta lain. Sedangkan Indonesia selama ini hanya memiliki 2 institusi unggulan negeri di bawah pemerintah yaitu ITS dan ITB dan sekitar 28 Politeknik Negeri.
Secara statistik ranking website versi QS World rank, se-Asia, IIT Delhi dan IIT Bombay berada di peringkat 38, dan 39 berturut-turut, disusul IIT Madras pada peringkat 49. Sedangkan ITB muncul pada peringkat 129.
Begitu juga menurut ranking yang dilansir website lain seperti 4icu, India tetap unggul dalam peringkat universtas teknik secara internasional dibanding Indonesia.
India juga memiliki Iinstitute negeri di Mumbai yang hanya fokus pada satu bidang yaitu chemical technology, jadi satu institut tersebut hanya untuk mengurus teknologi kimia. Jika kita mau menghitung sekalipun, secara kuantitas India akan menang telak.
Jika dihitung dari “course” yang diambil hampir seluruh kampus teknik di India (bahkan termasuk kampus-kampus swasta) credit (sks) minimal yang harus dipenuhi Sarjana tingkat 1 teknik di India berjumlah 190 sedangkan di ITB dan ITS, hanya sekitar 150 SKS. Dan lulus lebih dari 4 tahun merupakan hal yang sangat tabu di India, dan sangat-sangat sedikit mahasiswa teknik di India mengalami hal ini.
Dari segi pertanian, teknologi pertanian India jauh lebih canggih. Hampir di seluruh ladang pertanian mereka, baik gandum maupun beras, dan yang lain, mereka sudah menggunakan alat-alat berat dan canggih, buatan dalam negeri. Aktivitas hiruk pikuk pertanian India tidak jauh berbeda dengan pertanian di Amerika Serikat. Indonesia masih berada dalam ketergantungan impor beras dari India sampai saat ini, data terakhir menyebutkan pada bulan Juni 2013 beras India diimpor sebanyak 9.078 ton atau US$ 3,7 juta. Indonesia bahkan impor cangkul dari China.
SAYA BERSYUKUR negara menerapkan teknologi China dan India tanpa banyak ribut. Baguslah. Agar para pemuja kadrun Arab di sini tidak nyinyir.
Dari China, PT KAI mendatangkan ART (Autonomous Rail Rapid Transit) alias kereta tanpa rel di Indonesia. Wilayah percontohan pertama akan dilakukan di Bali. ART bakal menghubungkan Bandara Internasional Ngurah Rai menuju kawasan Sanur.
ART merupakan salah satu teknologi sarana kereta yang diuji coba oleh CRRC Zhuzhou China, 8 Mei 2018. ART melaju di jalan raya dengan jalur bertanda khusus. ART yang lebih mirip seperti trem namun menggunakan roda karet dan digerakkan dengan tenaga listrik.
Pada 9 Maret 2020 lalu, kajian legal ART yang dilakukan oleh Pustral UGM telah selesai dilakukan dan hasilnya telah dipresentasikan kepada DJKA, Kemenhub pada 7 Mei 2020 lalu.
Dari India – ilmuwan perangkat lunak asal India, Bhavin Ahir, membuat sebuah inovasi yang bisa diaplikasikan pada lift.
Teknologi tersebut berupa sistem yang memungkinkan pengguna untuk mengoperasikan lift tanpa harus menyentuhnya. Bhavin mengatakan, teknologi ini dia namai Sparshless. Pengguna lift hanya perlu mengarahkan jari mereka ke setiap tombol dengan jarak 10-15 milimeter. Gerakan ini akan memicu sinyal inframerah dan membari tahu lift untuk membawa pengguna ke tempat yang dituju. Mirip adegan film “sciene fiction”.
Kemajuan teknologi di indonesia dihambat oleh manusia manusia purba di MUI dan ormas pemuja masa lalu – para kadrun yang sibuk membahas mudharat miras, halal haram, jenggot kerudung, celana cingkrang, sedangkan bangsa lain sedang mengembangkan hyperloop, kereta secepat pesawat, mobil tanpa kemudi, mobil terbang, memproduksi daging tanpa beternak hewan, mengkapling planet Mars. Printer tiga dimensi dan cloning anak berbakat.
Sumber : Status Facebook Supriyanto Martosuwito

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed