by

Ilmuwan Fisika Asal Papua

Santun, ramah, dan penolong. Inilah kesan yang dibawa setiap orang yang pernah berjumpa dengan Hans. Sikap ini tidak hanya diperlihatkannya secara alami kepada rekan-rekannya sesama pengajar, tetapi juga kepada mahasiswa-mahasiswanya. Sebagian besar kawan-kawannya dan mahasiswanya mengatakan belum pernah melihat Hans marah. Paling-paling dia diam kalau ada yang tidak berkenan di hatinya. Diam itu pun biasanya segera cair.

Sebagai pegawai negeri, Hans memperlihatkan hubungan berbanding langsung antara gaji dan kehidupan. Pada sebagian besar pegawai negeri, hubungan gaji dan kehidupan adalah berbanding terbalik sebab dengan gaji kecil (gaji pokok pegawai dengan golongan tertinggi IV-E tidak lebih dari Rp 4 juta), banyak pegawai negeri punya rumah lebih dari satu, mobil lebih dari satu, deposito dalam orde miliar rupiah. Hans selama hidupnya sebagai pegawai negeri tidak sempat memiliki rumah, tidak pernah memiliki mobil, bahkan sepeda motor. Setiap tahun ia harus memperbarui kontrak rumahnya, ke kampus naik angkot. Tak jarang ia pulang malam dari kampus jalan kaki setelah menempuh tujuh kilometer sebab angkot menuju rumahnya sudah tidak beroperasi lagi. Dalam hal ini, satu lagi predikat harus disematkan ke pundaknya : Pegawai Negeri Terbaik.

Kebaikan-kebaikannya inilah yang menumbuhkan pilu ketika menyaksikan bagaimana rumah sakit memperlakukan seorang fisikawan Indonesia yang luar biasa ini di akhir hidupnya. Karena kekurangan uang panjar, dua hari pertama Hans yang menderita leukemia itu tidak mendapatkan obat dari rumah sakit tempat ia terakhir dirawat. Begitu ada uang tambahan, barulah rumah sakit mulai memberikan obat. Beberapa jam setelah itu Hans mengembuskan napasnya yang terakhir. Di kamar jenazah, tubuh Hans harus menunggu suntik formalin karena keluarga harus pontang-panting mengumpulkan uang sebanyak Rp 1 juta. Kartu kredit tidak berlaku di ruang jenazah itu. Dokter menunggu uang terkumpul. Untung ada Karlina Supelli, seorang yang bertanya ke dokter, “Saya punya beberapa dollar dan rupiah yang kalau dikumpulkan sekitar Rp 1 juta. Apakah ini dapat diterima?” Sang dokter langsung memungut uang itu dan formalin seketika disuntikkan. Karlina adalah adik kelas Hans di ITB. Karlina di Departemen Astronomi, Hans di Departemen Fisika. Keduanya mendalami kosmologi. Keduanya menulis skripsi dengan pembimbing yang sama: Dr Jorga Ibrahim. Keduanya lulus cum laude.

Dari Atomos Hingga Quark adalah sebuah buku hasil karya Hans yang menceritakan mengenai pencarian manusia sepanjang sejarah mengenai penyusun terkecil dari materi-materi alam ini. Berawal dari Yunani di mana para filsuf saat itu berfilsafat mengenai penyusun terkecil setiap materi, Jazirah Arab yang disinggung oleh Hans sebagai pemegang “obor pengetahuan” berikutnya setelah Yunani, ilmu alkemi, reaksi nuklir yang “menceritakan” pada kita tentang keberadaan atom, proton dan neutron, sampai temuan saat ini mengenai satuan materi yang lebih kecil, yaitu quark. Pada halaman depan buku tersebut, Prof. Dr. Martinus J.G. Veltman mengatakan : “Dari publikasinya … saya lihat dia betul-betul terus bekerja sebaik mungkin dalam teori partikel. Orang seperti Hans besar sekali nilainya buat negeri yang mulai memasuki komunitas riset dunia. Kita merasa kehilangan”. Dia adalah ilmuwan terbaik (Indonesia) yang pernah kita miliki.

Sumber : http://www.gurumuda.com/ca…/tokoh-fisika/fisikawan-indonesia

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed