by

Ilmu Tafsir Atau Interpretasi Makna?

Oleh : Munawar Khalil

Perdebatan, perselisihan, perkelahian, bahkan perang sejak zaman dahulu sampai saat ini antar sesama pemeluk agama dan pemeluk agama lain, atau sekedar antar saudara, sahabat, dan rekan kerja, seringkali diakibatkan oleh satu persoalan kecil, yaitu; perbedaan dalam menafsirkan atau melakukan interpretasi makna terhadap suatu teks. Teks dalam teori hermeneutik tidak terbatas kepada tulisan, tapi juga melalui lisan, bahasa, tanda, gambar, ungkapan, sikap, bahkan sekedar gesture saja; semua adalah teks.

Kenapa perselisihan terjadi? Problem nya terletak pada kemampuan atau keterbatasan pengetahuan individu yang melakukan interpretasi tadi. Keterbatasan ini mengakibatan individu tersebut mengkalkulasi suatu teks secara dangkal. Ia tidak meluaskan pandangannya ke seluruh arah, bahwa ada banyak pertimbangan² atau kemungkinan² lain mengenai definisi alias tafsir dari teks tersebut. Ketergesaan mengambil keputusan dalam menyimpulkan makna tanpa mempertimbangkan banyak variabel, menghasilkan kesimpulan yang acapkali kurang tepat.

Akibat kecepatan menyimpulkan suatu teks tanpa pertimbangan, biasanya disertai dengan dampak ikutan, yaitu; perasaan emosional. Inilah yang menyebabkan perselisihan menjadi pecah, lalu memuncak. Sesama saudara tidak bertegur sapa, bahkan bisa saja saling menjelekkan. Apalagi jika di tengah perselisihan tersebut ada lagi pihak ketiga yang ikut me manas²i. Hal ini tidak saja terjadi pada beberapa individu dengan literasi rendah, tak jarang kelemahan dalam melakukan interpretasi juga terjadi pada kelompok terdidik dengan kualifikasi strata tertinggi. Lalu ujung²nya melakukan lokalisir atau peng kotak²an. Dalam teori hermeneutik sebenarnya sudah sangat lengkap panduannya.

Apalagi ilmu ini sejak awal memang digunakan untuk menafsir kitab² atau ayat suci yang digunakan oleh para ahli agama secara detail, karena syarat² melakukan interpretasi teks yang digunakan dalam hermenutik sangat rinci dan lengkap. Namun, ada hal paling penting yang harus dimiliki si penafsir selain penguasaan terhadap alur hermeneutik, yaitu; ia adalah individu yang mempunyai paradigma bermazhab kritis. Karena individu² dengan mazhab ini biasanya memiliki kemampuan analisis terhadap suatu objek selalu secara mendalam, jauh kedepan, skeptis, mampu mengidentifikasi ketidakberesan.

Dan yang tak kalah penting pengalaman si penafsir sendiri dalam interaksinya di kehidupan sosial. Tanpa itu objektifitas atas interpretasi teks akan sulit didapatkan. Ringkasnya, kita ini hidup memang di dunia serba interpretasi, dalam dunia tafsir dan sudut pandang. Karena menurut Ricoeur, hidup itu sendiri adalah interpretasi atas interpretasi. Jadi jangan dipersoalkan, terlalu singkat hidup ini jika kita berselisih dalam berinteraksi, apalagi di media sosial hanya karena beda interpretasi terhadap suatu objek.

Sumber : Status Facebook Munawar Khalil

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed