by

Ideologi Iblis

 

Lingkungan sekolahnya memperlakukan Joseph karena dia berbeda. Padahal, Joseph tidak pernah bisa memilih dari ibu yang mana dia dilahirkan. Dia tidak pernah memilih ingin bermata sipit dan berkulit putih. Dia tidak pernah berencana dari orangtua beragama apa dia hadir ke dunia.

Joseph adalah produk kreasi Sang Pencipta. Josep adalah buah dari kemahabesaran Tuhan yang berfirman dalam sebuah kitab suci, “Aku ciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling memahami.” Sama seperti kita semua.

Tapi Joseph lahir dijaman yang sedang dimabuk prasangka. Jaman dimana anak-anak telah diperkenalkan dengan kebencian pada perbedaan sejak dini. Jaman dimana orang membenci hasil kreasi Tuhan yang berbeda dengan dirinya.

Anak-anak adalah produk lingkungan orang dewasa. Orangtua, guru, tokoh masyarakat, televisi, mengasuhnya dengan menanamkan nilai. Mereka mendengar nasihat, mengdengar kutbah, mendengar kebencian yang dijejalkan ke otak kecinya. Jika anak kelas tiga SD bersikap rasis, maka orang dewasalah yang perlu berkaca.

Oleh teman-temannya, Joseph dipanggil dengan sebutan Ahok. Oleh lingkungannya juga diperlakukan seperti Ahok. Dinistakan, dipersekusi, disakiti dan dialienasi dari lingkungannya. Seperti Ahok yang kini diasingkan di Mako Brimob.

Joseph dimusuhi teman-temannya. Seperti juga Ahok yang didemo berjilid-jilid. Joseph seorang diri menghadapi lingkungan yang kejam. Seperti juga Ahok seorang diri menghadapi ratusan ribu masa yang dimobilisir dan mabuk jihad.

Tapi Ahok adalah orang dewasa. Dia bangga menyebut dirinya Cina dan Kristen. Itulah jalan Tuhan yang diarunginya. Berbeda dengan Joseph. Dia masih kelas tiga SD. Mestinya rongga dadanya dipenuhi dengan persahabatan dan kasih sayang. Tapi lingkungan kecilnya telah merusak mentalnya. Dia tumbuh di sekolah dan lingkungan sosial yang kebencian dibiarkan tumbuh dengan subur.

“Kalau di sebuah negara mayoritas Islam, orang beragama lain hidupnya aman. Berbeda jika orang Islam minoritas,” saya pernah membaca pembelaan seperti ini di media sosial. Mereka berkata begitu, mungkin karena ingin menutupi kenyataan.

Bicaralah tentang itu dihadapan Joseph. Bicaralah di depan jemaah geraja yang gerejanya disegel dan mereka tidak bisa beribadah. Bicaralah di depan jemaat kristen yang tidak mendapat ijin kebaktian di sebuah lapangan, dengan alasan karena merusak iman orang lain.

Lalu Anda bilang aman?

Joseph adalah potret guru-gurunya yang kehilangan empati dengan anak didiknya. Joseph adalah potret orang-orang tua murid yang mengajarkan anaknya tentang kebencian ras dan agama. Joseph adalah potret politisi yang mendikotomi pribumi dan nonpribumi. Joseph adalah korban dari masyarakat yang sakit karena karena ras dan agama dijadikan tembok penghalang untuk saling mengasihi.

Jika seorang menghina Tuhanmu, mungkin pemahaman dia tentang Tuhan berbeda denganmu. Jika mereka menghina ras-mu, sesungguhnya dia sedang menghina Tuhan yang menciptakanmu.

Kebencian rasial adalah musuh bebuyutan kemanusiaan sekaligus musuh bebuyutan ajaran agama. Kebencian itu seperi iblis, yang menolak menghormati Adam dengan alasan, “Aku lebih baik dari Adam. Aku diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah.”

Lalu Tuhan pun murka.

Saat mendengar penghinaan rasial, rasanya saya seperti melihat iblis sedang menari di bumi. “Kami lebih baik dari Joseph. Karena kami pribumi, sedangkan Joseph bukan!”

Iblis manakah yang mengajarkan anak-anak kelas tiga SD itu, hingga mereka mengikuti ideologi iblis?

(Sumber: www.ekokuntadhi.com)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed